"Sedangkan akurat didasarkan pada data yang bisa dipertanggungjawabkan, dan akuntabel sesuai dengan tata kelola yang benar," tambahnya.
Pihaknya juga tengah merampungkan regulasi teknis BSU 2020, mengajukan dan merevisi anggaran bersama Kemenkeu.
"Serta yang tidak kalah penting adalah mereviu data calon penerima BSU 2022 bersama BPJS Ketenagakerjaan, dan berkoordinasi dengan pihak Himbara selaku Bank Penyalur," ujarnya.
Ida juga menyatakan, meski tren kasus positif maupun angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia telah mengalami penurunan secara signifikan, dampak ekonomi dari pandemi masih terasa.
Selain itu, adanya konflik antara Rusia dan Ukraina, serta dinamika politik global juga telah menekan laju pemulihan ekonomi global serta berimbas pada inflasi global.
Baca Juga: Menaker Sebut Alokasikan Anggaran Subsidi Upah Tahun 2022 Sebesar Rp 8,8 Triliun
Kenaikan harga-harga komoditas dan energi tentu memberikan tekanan bagi pemulihan ekonomi nasional. Di mana hal tersebut sangat berpengaruh pada kondisi ketenagakerjaan.
"Oleh karena itu, tujuan dari BSU ini selain melindungi dan mempertahankan kemampuan ekonomi pekerja/buruh, juga diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat sehingga mengungkit pertumbuhan ekonomi," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan telah mengelola BSU pada 2020 dan 2021 dengan beberapa ketentuan kriteria penerima dan jumlah bantuan yang diberikan.
BSU 2020 difokuskan pada pekerja/buruh yang memiliki upah di bawah Rp5 juta.
Pada 2021, BSU menyasar pekerja/buruh yang terdampak kebijakan PPKM level 3 dan 4, serta memiliki upah di bawah Rp3,5 juta, atau jika daerah tersebut upah minimumnya lebih dari Rp3,5 juta maka menggunakan batasan upah minimum yang berlaku.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.