JAKARTA, KOMPAS.TV – Tawuran yang melibatkan sejumlah remaja terjadi di berbagai daerah selama bulan suci Ramadan. Sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono ungkap penyebabnya.
Sebelumnya, sejumlah aksi tawuran yang marak saat Ramadan tersebut di antaranya terjadi di Kota Semarang, saat menjelang sahur pertama pada Minggu (3/4/2022) dini hari.
Dalam kejadian itu, polisi telah mengamankan sembilan remaja.
Aksi tawuran lain terjadi di Gang Ayat, Jatimakmur, Pondok Gede, Kota Bekasi sehari kemudian, Senin (4/4), yang terekam oleh kamera CCTV.
Dalam rekaman tersebut, mereka bentrok dan saling serang menggunakan sarung sebagai senjatanya. Seorang remaja sempat terjatuh yang kemudian langsung ditendang dan disabet menggunakan sarung.
Baca Juga: Polisi Gagalkan Aksi Tawuran Perang Sarung di Bantul Jelang Sahur
Sementara, di Tuban, aksi tawuran yang terjadi pada Minggu (3/4) bahkan menyebabkan seorang remaja dilarikan ke rumah sakit.
Aksi itu diawali saling ejek antar-remaja di lokasi tersebut sambil mengisi waktu pagi di awal puasa.
Drajat Tri Kartono yang juga sosiolog dari UNS Solo ini menyebut tidak ada hubungan langsung antara tawuran dan bulan Ramadan.
Tetapi, tawuran yang terjadi di bulan Ramadan memang disebabkan adanya pertemuan-pertemuan yang tidak langsung atau dalam sosiologi disebut eclective affinity.
"Jadi, kenapa Ramadan kerap terjadi tawuran? Karena Ramadan dalam kebiasaan kita itu kemudian terhubung dengan memperluas waktu luang," kata Drajat kepada Kompas.com, Rabu (6/4/2022).
Drajat memberi contoh, saat bulan Ramadan, jam-jam sekolah atau jam kerja mengalami pengurangan.
Selain itu, warga yang biasanya di rumah, kini berkumpul dan berangkat ramai-ramai ke masjid.
Kondisi itu, kata dia menyebabkan ruang-ruang pertemuan publik menjadi semakin intensif. Hal ini kemudian disalahgunakan oleh kelompok tertentu untuk bertemu, yang berujung pada aksi gesekan.
"Ini yang menimbulkan peluang untuk terjadinya pertemuan-pertemuan, pergesekan-pergesekan kelompok itu," jelas dia.
Baca Juga: Viral! Perang Sarung di Cianjur Resahkan Warga
"Waktu luang itu dimanfaatkan sebagian orang untuk tawuran. Jadi ini relasinya eklektif," sambungnya.
Dia menambahkan, selama bulan Ramadan, biasanya kontrol masyarakat dan aparatur hukum lebih longgar.
Sebab, masyarakat beranggapan bahwa berkumpul-kumpul atau berkeliling ramai-ramai yang kerap dilakukan selama Ramadan adalah untuk hal-hal kebaikan.
"Jadi kalau orang mau keluar, mau berbondong-bondong ya dipikir merupakan perbuatan yang baik terkait Ramadan.”
“Ternyata ada yang menyalahgunakan. Jadi sistem sosial dan kontrol negara itu berkurang," tutur Drajat.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.