Dikutip dari Kompas.com, Sidang Isbat untuk menentukan awal Ramadan rutin digelar tidak lama setelah Kementerian Agama (dahulu Departemen Agama) didirikan pada 3 Januari 1946.
Tahun 1950 menjadi pertama kalinya Sidang Isbat digelar dengan menghadirkan para ulama untuk penentuan Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Departemen Agama kemudian membentuk Badan Hisab Rukyat (BHR) pada 1972 dengan tujuan untuk menyeragamkan pelaksanaan hari raya Islam.
Baca Juga: Kapolda Metro Perintahkan Jajarannya Kerja Maksimal Cegah Gangguan Kamtibmas Selama Ramadan
Pemerintah juga menggandeng pakar astronom untuk memberikan pandangan mereka dari sisi ilmu pengetahuan.
Lalu pada tahun 2013, Kemenag mulai mengundang sejumlah duta besar negara sahabat untuk mengikuti Sidang Isbat mulai 2013.
Di Indonesia, dua organisasi massa Islam terbesar, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah seringkali berbeda dalam menentukan awal Ramadan.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh dua metode yang digunakan masing-masing lembaga.
Untuk NU, penentuan awal Ramadan mengacu kepada rukyatul hilal yaitu dengan pengamatan langsung hilal atau bulan baru.
Sementara Muhammadiyah memilih metode wujudul hilal yakni dengan menghitung posisi Bumi terhadap Matahari dan Bulan secara ilmu matematika dan astronomi.
Dalam menetapkan 1 Ramadan, Sidang Isbat dilakukan secara musyawarah karena hasil dalam sidang itu merupakan kesepakatan antara masing-masing ormas Islam yang diwakili oleh utusan masing-masing.
Maka dari itu, NU dan Muhammadiyah tidak pernah memaksa masyarakat untuk mengikuti mereka dalam hal penetapan awal Ramadan serta pada 1 Syawal atau saat Hari Raya Idulfitri.
Baca Juga: Kemenag soal Polemik Awal Ramadan: Tunggu Hasil Sidang Isbat 1 April 2022
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.