JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus dugaan ujaran kebencian terkait pemindahan Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur dengan tersangka Edy Mulyadi mulai masuk ke tahap penyusunan surat dakwaan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Hal ini diketahui setelah penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri melakukan tahap dua atau pelimpahan berkas perkara dan tersangka Edy Mulyadi ke pihak Kejaksaan.
Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Pol Asep Edi Suheri menjelaskan proses pelimpahan berkas dan tersangka telah dilakukan pada Kamis (31/3/2022).
Baca Juga: Segera Disidang, Tersangka Edy Mulyadi Yakin Tidak Bersalah dan Berharap Bebas!
Dengan pelimpahan berkas dan tersangka ini, JPU memiliki waktu 14 hari dalam menyusun surat dakwaan.
"Hari ini sedang berproses tahap dua penyerahan tersangka dan barang bukti," ujar Asep, Kamis (31/3/2022).
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Ketut Sumedana menyatakan tim JPU Kejari Jakarta Pusat telah menerima barang bukti dan tersangka EM dari Bareskrim Polri.
Kejari Jakarta Pusat melakukan penahanan selama 20 hari pertama terhadap tersangka sebelum berkas perkara diajukan ke pengadilan.
Baca Juga: Pakar Forensik Bahasa: Pernyataan Edy Mulyadi soal Ibu Kota Itu Memprovokasi
Adapun tersangka Edy Mulyadi diduga telah melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan/atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dan/atau yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dan/atau menyiarkan suatu berita yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap.
"Tersangka EM dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri selama 20 hari terhitung sejak 31 Maret 2022 sampai dengan 19 April 2022,” ujar Ketut.
Dalam kasus ini Edy disangkakan melanggar Pasal 45A ayat (2), jo Pasal 28 ayat (2 UU ITE). Lalu, Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 156 KUHP, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Baca Juga: Kepala Otorita IKN Ajak Masyarakat Ikut Kontribusi Bangun Ibu Kota Nusantara
Kasus Edy bermula dari kritik yang disampaikannya soal pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.
Melalui sebuah video yang ditayangkan di YouTube, Edy menyebut wilayah calon ibu kota baru dengan istilah "tempat jin buang anak".
Dikutip dari Kompas.com, dalam video tersebut Edy menyampaikan kritik bahwa lahan IKN tidak strategis dan tidak cocok untuk investasi.
Melalui rekaman videonya, Edy juga sempat menyebut Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto seperti "macan yang jadi mengeong".
Baca Juga: Majelis Adat Dayak Nasional: Iktikad Baik Edy Mulyadi Ditunggu!
Pernyataan Edy itu seketika menuai kritik publik. Edy pun sempat memberikan klarifikasi dan meminta maaf atas pernyataannya itu.
Ia berdalih, "tempat jin buang anak" merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu tempat yang berada di kejauhan.
Menurut dia, istilah "tempat jin buang anak" juga pernah menjadi julukan kawasan Monas dan BSD, Tangerang Selatan, pada zaman dahulu.
Edy menekankan, itu hanya istilah yang dipakai untuk menyebut suatu tempat yang jauh dan terpencil.
Baca Juga: Kronologi Pemeriksaan hingga Penahanan Edy Mulyadi sebagai Tersangka Ujaran Kebencian
"Nah di Jakarta, tempat jin buang anak itu untuk menggambarkan tempat yang jauh," ujar Edy melalui kanal YouTube Bang Edy Channel, Senin (24/1/2022).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.