“Jika iya, apa landasan hukum yang membenarkan pengelolaan big data perihal rencana penundaan Pemilu 2024 dilakukan oleh kementerian tersebut?,” tambah Kurnia.
Baca Juga: Momen Seorang Kepala Desa dari Aceh Serukan Jokowi 3 Periode ke Luhut Binsar Pandjaitan
Kedua, sambung Kurnia, ICW juga mempertanyakan bagaimana validitas metode pengelolaan dan pengambilan responden big data tersebut.
Sebab, mengacu pada rekaman siniar itu, Luhut tidak menjelaskannya secara utuh.
“Hal tersebut terindikasi janggal, sebab, data Luhut bertolak belakang dengan temuan sejumlah lembaga survei yang kredibel. Misalnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang pada awal Maret lalu mengemukakan data bahwa 70% responden menolak penundaan pemilu,” ujar Kurnia.
“Selain itu, Lembaga Survei Nasional (LSN) dan Litbang Kompas juga menyebut poin serupa dengan persentase 68,1% dan 62,3%,” tambahnya.
Berangkat dari hal di atas, Kurnia menuturkan ICW pada hari ini mengirimkan surat permintaan informasi publik kepada Kemenkomarves yang dipimpin oleh Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca Juga: Jokowi Perintahkan Mendagri agar Pemerintah Desa Gajian Setiap Bulan: Masa Tiga Bulan Sekali
Surat tersebut berisi desakan agar Luhut segera membuka informasi publik berupa big data pengguna internet yang mendukung penundaan pemilihan umum tahun 2024.
“Desakan ini didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) huruf f UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pernyataan Luhut yang disampaikan dalam pertemuan yang terbuka untuk umum, dikategorikan oleh undang-undang sebagai informasi publik yang wajib disediakan setiap saat,” kata Kurnia.
“Sehingga jelas, tidak ada alasan bagi Luhut untuk menolak membuka big data yang disampaikan,” tambahnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.