JAKARTA, KOMPAS.TV - Arahan Presiden Joko Widodo soal kedisplinan nasional TNI-Polri merupakan bentuk tanggung jawab presiden sebagai pemegang komando pertahanan tertinggi yang diatur konstitusi.
Pernyataan itu disampaikan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin terkait araha Presiden Jokowi dalam Rapim TNI-Polri 2022 kepada Jurnalis KOMPAS TV Dipo Nurbahagia, Rabu (2/3/2022)
“Presiden jokowi sebagai kepala negara kepala pemerintahan konstitusi menjelaskan secara transparan bahwa presiden memiliki komando pertahanan tertinggi, ada AD (Angkatan Darat), (Angkatan) Laut, (Angkatan) Udara, serta penegakan hukum dan keamanan Polri,” ucap Ngabalin.
“Apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo informasinya akurat, ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tugas dan negara sebagai seorang kepala negara,” sambungnya.
Baca Juga: Di Sidang Munarman, Rocky Gerung Sindir Jokowi Intip Grup WA Ibu-ibu TNI: Tidak Sopan
Menurut Ngabalin, arahan yang disampaikan Presiden Jokowi ditujukan untuk mengantisipasi masuknya paham-paham radikal dan ekstremisme di tubuh TNI-Polri.
“Tingkat kekhawatiran itu agar jangan sampai alat negara itu disusupi oleh orang-orang yang memiliki paham paham radikal, ekstrimisme, ini menjadi penting karena keselamatan bangsa dan negara,” ujarnya.
“Pertahanan negara ini ada di pundak presiden joko widodo sebagai kepala negara,” tambahnya.
Sebelumnya kemarin dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri, Presiden Jokowi menegaskan kepada istri dari personel TNI-Polri untuk tidak mengatasnamakan demokrasi saat mengundang penceramah radikal dalam pengajian.
Baca Juga: Jokowi Blak-blakan Baca Percakapan WA Grup TNI-Polri yang Dinilai Langgar Disiplin
“Ibu-ibu kita juga sama, kedisiplinannya juga harus sama. Enggak bisa, menurut saya, enggak bisa ibu-ibu (istri personel TNI-Polri) itu memanggil, ngumpulin ibu-ibu yang lain memanggil penceramah semaunya atas nama demokrasi,” ujar Jokowi.
“Sekali lagi di tentara, di polisi tidak bisa begitu. Harus dikoordinir oleh kesatuan, hal-hal kecil tadi, makro dan mikronya. Tahu-tahu mengundang penceramah radikal, nah hati-hati,” tambah Jokowi.
Presiden Jokowi juga mengingatkan jika kedisiplinan personel TNI dan Polri sangat berbeda dengan kedisiplinan masyarakat sipil.
Menurutnya, di tubuh TNI dan Polri tidak ada yang namanya demokrasi seperti halnya di sipil.
“Berbicara masalah demokrasi tidak ada di tentara dan kepolisian, tidak ada. Hal-hal seperti ini harus mulai dikencangkan lagi, supaya masyarakat itu melihat dan bisa kita bawa juga ke arah kedisiplinan nasional,” kata Jokowi.
Baca Juga: Jokowi: Soekarno dan Soeharto Gagal Pindahkan Ibu Kota Karena Ada Pergolakan
Tidak hanya mengkritisi soal istri personel TNI-Polri yang mengundang penceramah radikal dalam kegiatan pengajian.
Presiden Jokowi, juga merespons soal adanya pembicaraan personel TNI-Polri di grup-grup Whatsapp yang tidak setuju dengan langkah pemerintah soal Ibu Kota Negara.
Padahal, kebijakan mengenai IKN sudah diputuskan pemerintah dan mendapatkan persetujuan dari DPR RI.
"Hati-hati kalau seperti itu diperbolehkan dan diterus-teruskan, hati-hati. Misalnya, berbicara mengenai IKN, enggak setuju IKN apa, itu sudah diputuskan pemerintah dan sudah disetujui DPR,” ujar Jokowi.
“Kalau di dalam disiplin TNI/Polri sudah tidak bisa diperdebatkan. Kalau di sipil, silakan. Hati hati. Dimulai dari hal-hal kecil, nanti menjadi besar, kita jadi kehilangan kedisiplinan nasional. Karena disiplin TNI/Polri itu berbeda dengan sipil dan dibatasi oleh aturan pimpinan,” tambah Presiden.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.