Ia juga mengungkapkan, sosialisasi itu harusnya sebelum turun Permenakernya sehingga pihaknya bisa memberikan masukan-masukan.
“Mungkin benar apa yang disampaikan Ibu menteri ke Tripartit tapi ini tidak sampai, makanya terjadi penolakan-penolakan,” ucapnya.
Terkait hal itu, Staf Khusus Kementerian Ketenagakerjaan Dita Indah Sari menjelaskan, konsepsi asuransi sosial itu memang membutuhkan waktu untuk sosialisasi kepada masyarakat.
“Kalo persoalan sosialisasi pertanyaannya, seberapa cukup sosialisasi dan dialog itu. Berapa kadar dialog yang dirasa cukup untuk mengakomodir ratusan serikat pekerja. Makanya karena ada banyaknya serikat pekerja kita, pertama kalau masuk ke lembaga kerja sama Tripartit karena dirasa itu unsur yang representatif,” katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daolay mengatakan, kesimpulan rapat dengar pendapat saat itu adalah bagaimana pemerintah membuat aturan yang berkenaan dengan kebijakan untuk menyejahterakan para pekerja.
Tetapi, secara khusus tidak ada cerita bahwa JHT itu bisa diambil saat usia 56 tahun.
“Tidak ada pembicaraan JHT itu bisa dicairkan saat 56 tahun. Itu yang menurut saya tidak arif, kurang bijak ketika ada aturan seperti ini yang tiba-tiba muncul,” ujar Saleh.
Kemudian, ia juga sepakat bahwa secara sosiologis, Permenaker ini keluar pada saat yang kurang tepat.
Karena para pekerja ini kan baru-baru ini mengalami hal-hal yang menurut mereka ditinggalkan.
Misalnya, buruh ditekan oleh UU Cipta Kerja, lalu soal upah minimum.
Keduanya memuncul perdebatan dan protes tetapi tetap disahkan.
Kemudian muncul aturan JHT ini. Hal ini seakan-akan membuat pekerja ini ditinggalkan.
Mereka dianggap sebagai bagian yang harus manut saja.
“Dan pekerja ini tidak dilibatkan dalam proses permenaker ini, kalau ada yg dilibatkan ini komponen yang mana. Ini yang membuta para pekerja ini ditinggalkan. Makanya ini perlu dikritisi. Nanti kalau memang ini terbukti tidak tepat atau merugikan para pekerja harus ditinjau ulang, kalau perlu dicabut,” tandasnya.
Sebagai informasi, aturan baru terkait JHT dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua mengubah aturan sebelumnya yakni Permenaker No 19/2015.
Dalam aturan sebelumnya tersebut, memungkinkan pekerja peserta BP Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan) mengklaim tabungan JHT-nya satu bulan setelah mengundurkan diri (resign) atau usai mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sekarang, tabungan JHT baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun (usia pensiun), meninggal dunia, cacat total tetap, atau ketika berganti kewarganegaraan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.