“Haji dilakukan Metaverse kajian menarik sebenarnya. Tapi belum ada pembahasan mendalam di lingkungan ulama di Indonesia. Hanya saja, kita dapat menggunakan teori ibadah di pesawat terbang yang dinyatakan tidak sah. Setidaknya oleh mayoritas ulama mazhab syafi'i karena mengharuskan sujud persis di bumi,” tambahnya.
Adapun shalat di pesawat terbang bagi mazhab ini tentu boleh saja li hurmatil waqti (menghargai panggilan waktu ibadah) tetapi tetap wajib mengulang shalatnya ketika landing.
Demikian juga, kata dia, ibadah apapun yang dilakukan di kakbah metaverse. Harus dilakukan pengulangan.
“Saya kira sangat boleh untuk tidak mengatakan dianjurkan pada waktu-waktu haji li hurmati waqtil hajj. Tetapi nanti diulang sesuai dengan porsi haji yg didaftarkan di BPIH/kemenag,” katanya.
Alhafiz juga menekankan, karena ibadah haji metaverse ini baru, ia meminta untuk menunggu lagi pembahasan dari para ulama, baik itu di dunia maupun dari Islam sendiri.
“Saya kira demikian jawaban sementara sambil menunggu pembahasan lebih dalam dari para ulama di Indonesia, karena hal ini benar-benar baru,” tambahnya.
Baca Juga: Arab Saudi Bangun Kakbah di Metaverse, Direktorat Agama Turki: Tidak Bisa untuk Ibadah Haji
Seperti diberitakan sebelumnya, ibadah haji secara metaverse ramai diperbincangkan oleh umat Islam, khususnya di Timur tengah dan mereka yang getol dengan teknologi.
Proyek ini direalisasikan oleh Badan Urusan Pameran dan Museum Arab Saudi, bekerja sama dengan Universitas Umm al-Qura.
Proyek ini diperkenalkan dalam sebuah upacara pada 14 Desember 2021, dengan kehadiran Abdul-Rahman al-Sudais, presiden umum Haramain.
Namun, nyatanya metaverse Kakbah itu menimbulkan perbedaan pendapat di antara umat Muslim di seluruh dunia.
Tak sedikit yang mempertanyakan di media sosial apakah mengunjungi Kakbah di metaverse dapat dianggap sebagai ibadah haji.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.