JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebanyak 12 orang pemohon yang tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara mengajukan gugatan uji formil UU Ibu Kota Negara (IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Para pemohon ini berasal dari berbagai kalangan mulai dari praktisi hukum, aktivis, tokoh masyarakat serta politisi.
Permohonan Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) terkait uji materi UU IKN diterima MK dengan nomor registrasi 15/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022 pada 2 Februari 2022.
Baca Juga: Sebut UU IKN Langgar Banyak Asas, Kuasa Pemohon Gugatan: Salah Satunya Transparansi ke Masyarakat!
Dalam Petitum PNKN meminta majelis hakim MK menyatakan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Kedua, menyatakan UU tentang Ibu Kota Negara tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang- Undang berdasarkan UUD 1945.
Ketiga menyatakan UU tentang Ibu Kota Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya tidak mempunyaikekuatan hukum mengikat.
"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," tulis poin keempat petitum PNKN dikutip dari laman pengajuan permohonan Mahkamah Konstitusi, Rabu (2/2/2022).
Baca Juga: Dari Anggaran hingga Pembangunan, Ada 66 Tokoh Gugat UU IKN dan Sebut IKN Proyek Kilat yang Gegabah!
PNKN menilai UU IKN bertentangan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
Pembetukan UU IKN tidak disudun dan dibentuk dengan perencanaan yang berkesinambungan dari dokumen, perencanaan pembangunan, perencanaan regulasi, perencanaan keuangan negara dan pelaksanaan pembangunan.
Secara normatif Rencana Pembangunan Jangka Panjang saat ini tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
Baca Juga: Bertemu Jokowi, Tokoh Adat Kalimantan Timur Dukung Penuh Pembangunan IKN
Namun sebagai sebagai dokumen perencanaan yang memiliki nilai konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 ternyata belum merumuskan perencanaan pembanggunan Ibu Kota Negara.
Dalam permohonan, PNKN menjelaskan rencana perpindahan IKN baru muncul dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2022-2024.
Itu pun tanpa melalui proses perencanaan yang berkesinambungan dengan dokumen perencanaan
yang ada dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015.
"Hal ini menggambarkan minimnya kesinambungan pada dua dokumen perencanaan program yang disusun oleh pemerintah," tulis alasan uji materi UU IKN yang diajukan PNKN.
Baca Juga: Ini Masukan Tokoh dan Masyarakat Adat Kalimantan Buat Presiden Jokowi Soal Pembangunan IKN Baru
Selain itu, pemohon menilai UU IKN dalam pembentukan tidak benar-benar memperhatikan materi muatan. Karena banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam peraturan pelaksana.
UU IKN dalam pembentukannya tidak memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
Kemudian pembentukan UU IKN bertentangan dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan. UU IKN tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan serta bertentangan dengan asas keterbukaan
PNKN menilai informasi setiap tahapan pembahasan informasi UU IKN tidak terbuka secara umum.
Baca Juga: Pemerintah Klaim Dapat Dukungan Warga Lokal soal IKN, Petani Adat: yang Diundang Hanya Elite
Berikut nama 12 pemohon yang mengajukan gugatan uji formil UU IKN:
1. Mantan penasihat KPK, Dr Abdullah Hehamahua.
2. Anggota DPD RI dapil DKI Jakarta periode 2004-2009, Dr Marwan Batubara.
3. Koordinator World Islamic Call Society for Indonesia, Dr H Muhyiddin Junaidi.
4. Mantan Komandan Korps Marinir, Letjen TNI Mar (Purn) Suharto.
5. Mantan Danjen Kopassus) Mayjen TNI (Purn) Soenarko.
6. Dosen Ilmu Ekonomi di Universitas Indonesia, Taufik Bahaudin, SE.
7. Anggota DPR RI periode 1999-2004, Dr Syamsul Balda, SE, MM, MBA.
8. Tokoh agama, Habib Muhsin Al Attas
9. Wiraswasta, Agus Muhammad Maksum.
10. Wiraswasta, Drs H M Mursalim R
11. Wiraswasata, Ir Irwansyah
12. Tokoh nasional, Agung Mozin
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.