“Di Yahudi ada holocaust, di Islam ada peristiwa karbala, peristiwa yang membuat cucu Nabi Muhammad terbunuh di Karbala,” tambanhnya.
Lantas ia menjelaskan, Memori kolektif memilukan diperingati pelbagai ekspresi di masyarakat. Tak terkecuali di Indonesia.
“Kalangan Sunni-NU juga punya eksrpresi terkait itu. Misalnya, di Cirebon ada sedekah bubur suro yang bertepatan dengan Asyura, peristiwa Karbala. Lantas, di komunitas Syiah misalnya ada acara sendiri ekspresi tersendiri terkait hal itu,” tambahnya.
Ia lantas menjelaskan, peristiwa memilukan itu ada di semua agama. Maka, kata dia, wajar saja dan sah mengambil pelajaran dari peristiwa itu.
Ia lantas menegaskan kembali pembolehan pameran museum Holocaust di Minahasa tersebut dan tidak ada kaitannya dengan agama Yahudi, atau misalnya dengan konflik Israel-Palestina.
“Jadi, menurut saya, tidak ada kaitannya dengan Israel-Palestina,” tutupnya.
Seperti diberitakan KOMPAS TV sebelumnya, Ketua MUI Sudarnoto Abdul Hakim secara terbuka meminta museum holocaust Yahudi di Minahasa disetop.
Ia mengatakan alasannya bukan terkait para warga agama Yahudi yang mendirikan museum tersebut, tapi terkait dengan Israel yang terus melakukan kolonialisasi Palestina.
Sementara posisi Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina dan tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Posisi ini telah terjadi sejak kemerdekaan hingga saat ini.
Sikap Indonesia ini sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1945 pada paragraf awal: Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.