Sehingga, jika sebuah nilai yang tertanam dalam diri seseorang disinggung oleh pihak tertentu, maka yang bersangkutan itu akan memberikan respons atau reaksi tidak sukanya.
Adapun, dalam kehidupan sehari-hari, istilah 'sakti' tersebut dapat juga memiliki arti sebagai rasa sensitif seseorang.
Dari penjelasan itulah, Wahyu lantas menilai bahwa pernyataan Edy Mulyadi telah melanggar etika berbahasa karena tak memperhatikan respons pendengarnya.
"Sering kita lupakan, terutama dalam bertutur kata di media sosial, yaitu etika berbahasa. Itu yang penting sebetulnya," terang Wahyu.
"Sehingga, (ketika di media sosial) ucapan kita seenaknya yang dapat menimbulkan kesan negatif pada orang lain," imbuhnya, merujuk ungkapan Edy Mulyadi yang bermula dari media sosial.
Baca Juga: Edy Mulyadi Tegaskan Tetap Tolak IKN di Kalimantan: Potensi Mangkraknya Luar Biasa
Wahyu pun menambahkan, dalam kebangsaan dan kenegaraan, etika berbahasa itu memiliki posisi yang sangat tinggi.
Bahkan, bagi orang-orang dengan pengaruh besar, tindak tanduknya dalam berbahasa dapat berpeluang memecah kesatuan dan persatuan bangsa.
"Etika berbahasa, bukan (sekadar) sopan santun, tapi bagaimana kebebasan kita berbatasan dengan kebebasan orang lain. Hati-hati!" tegas Wahyu mengingatkan.
Lebih lanjut, menurut Wahyu, kesalahan dalam berbahasa juga cenderung sulit untuk diselesaikan hanya dengan permintaan maaf.
Apalagi, jika sudah menimbulkan gelombang keributan yang besar seperti kasus Edy Mulyadi saat ini.
"Saya tidak melihat bahwa (kasus Edy Mulyadi) ini harus (diselesaikan) pakai kata maaf. Karena sudah banyak sekali kesalahan berbahasa selama ini cuma dimintakan maaf, tapi tidak paham-paham juga," tandas Wahyu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.