LANGKAT, KOMPAS.TV- Saya masuk dan ada fakta baru. Ya, saya masuk secara eksklusif, ke Pabrik Kelapa Sawit yang dimiliki oleh Bupati Langkat Nonaktif, Terbit Rencana Perangin-Angin.
Saya melihat kemegahan yang luar biasa dari Pabrik yang memiliki luas puluhan hektar ini, di luar perkiraan saya. Dan saya mendapatkan fakta baru dari tempat ini.
Sejauh ini ada dua informasi diametral alias saling berseberangan yang berkembang. Pertama dugaan yang disampaikan oleh aktivis buruh Migrant Care, Anis Hidayah.
Dan versi kedua adalah yang disampaikan oleh sejumlah eks "warga binaan" yang pernah beberapa tahun menghuni kerangkeng besi yang berada di lingkungan rumah Bupati Langkat Nonaktif, Terbit Rencana Perangin-Angin.
Awal dari terungkapnya adanya kerangkeng besi ini adalah kegiatan tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah orang yang diduga terlibat kasus suap Bupati Nonaktif Langkat, Sumatera Utara ini.
Sang Bupati kini berada di dalam tahanan KPK Jakarta, namun penangkapan sang Bupati yang dibantu oleh Jajaran Polda Sumatera Utara ini, menyisakan fakta baru selain penangkapan yakni adanya kerangkeng besi alias penjara di belakang rumah yang masih berada dalam 1 lingkungan rumah Bupati Langkat Terbit Rencana.
Baca Juga: Terbongkar! Polisi: Sejak 2010 Penghuni Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat Ada 656 Orang
Sempat diumumkan pada saat penangkapan baik oleh jajaran Polda Sumut dan juga oleh KPK. Beberapa hari kemudian muncul pernyataan Anis Hidayah, yang menduga adanya Perbudakan dan Penyiksaan di dalam kerangkeng besi itu.
Pertama, kata dia, Terbit diduga membangun semacam penjara atau kerangkeng di rumahnya. Kedua, kerangkeng tersebut dipakai untuk menampung para pekerja, setelah mereka bekerja. Ketiga, kata Anis, para pekerja tersebut tidak punya akses ke mana-mana.
"Keempat, mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," kata Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah saat datang melapor ke kantor Komnas HAM, Senin (24/1/2022).
Kelima, lanjut dia, mereka diberi makan tidak layak, yakni hanya dua kali sehari. Keenam, kata Anis, mereka tidak digaji selama bekerja. Ketujuh, mereka tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar.
"Sehingga berdasarkan kasus tersebut kita melaporkan ke Komnas HAM, karena pada prinsipnya itu sangat keji." ungkap Anis.
Meskipun nyaris semua tudingan Anis ini dibantah oleh para eks warga binaan yang beberapa tahun menghuni kerangkeng besi.
Dan sebagian besar dari mereka, dari hasil penelusuran saya mereka kini bekerja di Pabrik Kelapa Sawit, milik Terbit yang berjarak sekitar 5 kilometer dari kerangkeng di rumah Terbit itu.
Saya masuki pabrik kelapa sawit ini eksklusif di program AIMAN yang tayang di KompasTV pukul 20.30 WIB setiap hari Senin.
Saya pun menemukan rumah susun yang luas terdiri dari beberapa blok, dan dihuni para pekerja pabrik sawit.
Baca Juga: LPSK Temukan Indikasi Perdagangan Orang di Kerangkeng Milik Bupati Langkat
Sebagian dari penghuni rumah susun ini, adalah eks warga binaan yang sebelumnya tersangkut masalah penyakit masyarakat, tidak hanya narkoba, melainkan judi, dan juga beberapa ada kasus penganiayaan di desa mereka di Langkat, Sumatera Utara.
Para warga di sana, lebih memilih untuk dibina di kerangkeng besi milik Bupati Langkat Nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin.
Rumah susun ini diberikan gratis, termasuk listrik dan air yang juga gratis. Ada puluhan unit tempat tinggal untuk para pekerja di kompleks pabrik kelapa sawit milik sang Bupati yang menurut beberapa pegawainya, beberapa tahun lalu menjadi salah satu pemasok CPO (Crude Palm Oil) terbesar di Asia Tenggara untuk bahan baku minyak goreng dan bio-solar.
Suparman sang eks warga binaan yang kini menjadi pengawas para "warga binaan" ini menjawab semua tudingan.
"Ada sekitar 500 orang yang sudah sembuh di sana. Sebagian yang sudah sembuh dan punya skill, langsung dikaryawankan Pak Bupati. Jadi kita kasih skill dia mulai dari sortasi buah sawit, mesin, dan lainnya," katanya Suparman Perangin-angin, salah satu eks "warga binaan" yang selama 2 tahun pernah dikurung di kerangkeng besi, setelah diantar keluarga karena sering berjudi.
"Kerja paksa itu enggak ada. Pemukulan itu juga tak ada. Warga yang menitipkan keluarganya di situ resah kalau itu ditutup. Mereka menolak," katanya.
Menurutnya warga yang menitipkan keluarganya di tempat tersebut tidak dipungut biaya.
"Ada pemberitaan makan dua kali sehari. Tidak ada. Normal semua. Apa yang dimakan bupati itu yang dimakan mereka. Olahraga rohani dan tempa skill-nya berdasarkan kemampuannya," tambah Suparman.
Baca Juga: Fakta Baru Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat: Diduga Ada Kekerasan, Lebih dari Satu Orang Meninggal
Lalu mana yang benar?
Hasil sementara yang ditemukan Polisi, belum menemukan adanya indikasi perbudakan dan penyiksaan. Proses penyelidikan kini terus dilakukan, bersama dengan Komnas HAM yang juga melakukan penyelidikan.
Mengenai penyebutan perbudakan modern oleh Migrant Care yang akan melaporkan ke Komnas HAM, Panca mempersilakan untuk melapor.
"Silakan melapor. Saya kan sampaikan berdasar hasil pemeriksaan ketika melakukan penangkapan kemarin. (sejauh ini) tidak ada penganiayaan," tambahnya, seperti dikutip dari Kompas.com (24/1/2022).
Penyelidikan masih terus berlangsung hingga saat ini.
Baca Juga: Banyak Temuan Baru Soal Kerangkeng Bupati Langkat, Kompolnas: Keterlibatan BNN juga Diperlukan
Apa pun hasilnya, kerangkeng besi milik siapa pun warga tanpa izin adalah ilegal alias dilarang.
Kerangkeng besi di rumah Bupati bisa berpotensi melanggar hukum pidana.
Tak boleh siapa pun mengambil tanggung jawab negara, apalagi bersinggungan dengan kebebasan yang merupakan hak dasar manusia.
Tak ada yang bisa menjamin jika niat baik sang Bupati untuk melakukan pembinaan terhadap warganya, bersih dari pelanggaran dan bahkan penyiksaan oleh pihak - pihak lainnya.
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.