Sedangkan dalam memainkan peran sebagai Kotama Ops, Kostrad menyelenggarakan tugas operasi militer peran dan selain perang berdasarkan kebijaksanaan Panglima TNI.
"Adanya figur baru yang memimpin Kostrad tentu saja akan mempengaruhi jalannya regenerasi di tubuh TNI AD," ujarnya.
Dari catatan yang ada, sosok pejabat pengganti Pangkostrad, mayoritas merupakan lulusan akademi militer (Akmil) yang lebih muda dari pejabat pendahulu yakni 57,9 persen.
Baca Juga: Turut Berduka, KSAD Dudung Janji Beri Sanksi Setimpal 3 Anggota TNI Penabrak Sejoli di Nagreg
Sedangkan pejabat pengganti yang merupakan lulusan akmil lebih senior dari pendahulu mencapai 31,6 persen. Dan pejabat pengganti merupakan teman seangkatan akmil mencapai 10,5 persen.
Mengingat besarnya jumlah pasukan yang berada di bawah Kostrad, tentunya keberadaan seorang Pangkostrad yang definitif menjadi krusial.
Di tengah maraknya dinamika ancaman, baik internal maupun eksternal, sosok perwira tinggi TNI AD yang fokus untuk memimpin satuan strategis ini. Dengan kata lain, sudah semestinya jabatan Panglima Kostrad tidak dijabat secara rangkap.
Baca Juga: Kisah Pangkostrad Letjen Dudung Abdurrahman, "Dendam" pada Tentara Mengantarkannya Jadi Perwira
Dengan berlarut-larutnya pemilihan sosok Pangkostrad yang baru akan berpotensi untuk memunculkan spekulasi politisasi jabatan militer.
Oleh karena itu, rekam jejak penugasan militer akan menjadi salah satu indikator penting untuk meredam spekulasi politisasi jabatan militer.
"Tentu saja Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi sudah 'aware' dengan hal tersebut," demikian Anton Aliabbas.
Baca Juga: Mantan Pangkostrad Respons Tudingan Gatot Soal TNI Disusupi PKI: Cekricek, Tentara Itu Biasa Gitu
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.