Ketiga, lanjut Kurnia, kinerja sektor penindakan yang semakin mengkhawatirkan satu di antaranya terlihat dari mandeknya supervisi terhadap perkara besar seperti kasus korupsi pengurusan fatwa Mahkamah Agung yang melibatkan Djoko S.. Tjandra serta Jaksa Pinangki S. Malasari.
Lalu jumlah Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang anjlok sejak dua tahun terakhir dan minimnya penanganan perkara strategis yang melibatkan penegak hukum.
“Selain itu, KPK di bawah komando Firli Bahuri juga mengalami penurunan kualitas penanganan perkara yang ditunjukkan dengan rendahnya penuntutan, karut marut penanganan perkara penting seperti korupsi bansos yang melibatkan mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara,” ungkap Kurnia.
Baca Juga: KPK Tidak Bisa Memproses Hukum Hanya dengan Simsalabim Lalu Ditangkap
“Keengganan meringkus buronan seperti Harun Masiku, hingga tidak adanya tindak lanjut terhadap perkara yang menjadi tanggungan KPK,” tambahnya.
Kemudian keempat, kinerja sektor pencegahan yang belum efektif. Hal itu terlihat dari revisi UU KPK yang diklaim memperkuat sektor pencegahan, disaat bersamaan tak cukup mengakomodasi kebutuhan penguatan program pencegahan itu sendiri.
Kondisi tersebut disebabkan beberapa alasan, seperti belum adanya sanksi tegas bagi penyelenggara negara yang tidak memberikan LHKPN.
Hingga tidak adanya tindak lanjut dari rekomendasi fungsi koordinasi dan supervisi KPK, sampai kewenangan KPK untuk pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang melakukan pelayanan publik tak lagi tercantum dalam UU 19/2019.
“Tak hanya itu, berdasarkan Ikhtisar hasil pemeriksaan (IHPS) semester II 2020 yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), program pencegahan dan pengelolaan benda sitaan serta barang rampasan tipikor yang dilakukan oleh KPK juga belum efektif,” kata Kurnia.
Baca Juga: Firli Bahuri: KPK Tak akan Terlibat Permainan Opini dan Persaingan Politik
Terakhir, sambung Kurnia, adalah pengelolaan internal KPK yang buruk dengan terbitnya Peraturan Komisi No. 7 Tahun 2020 (PerKom 7/2020). Menurutnya, aturan ini justru memperlambat kinerja organ KPK dan berdampak pada jumlah anggaran yang harus dikeluarkan.
Apalagi, lanjut Kurnia, hal tersebut dilakukan di saat institusi lain berusaha merampingkan struktur organisasinya.
“PerKom 7/2020 bertentangan pula dengan substansi UU KPK,” tegas Kurnia.
Selain itu, keberadaan Dewan Pengawas KPK tidak berfungsi efektif untuk mengawasi serta mengevaluasi kinerja pegawai maupun Komisioner KPK.
“Kualitas penegakan kode etik juga gagal diperlihatkan oleh Dewan Pengawas, setidaknya berdasarkan sejumlah putusan etik selama ini yang dijatuhkan terhadap dua pimpinan KPK yakni Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar,” kata Kurnia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.