MOJOKERTO, KOMPAS.TV - Hari ini tepat 21 tahun lalu, seorang anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) bernama Riyanto menjadi pahlawan karena menyelamatkan ratusan nyawa dari bom Natal.
Akibat bom itu, Riyanto meninggal pada malam Natal, 24 Desember 2000 saat Kebaktian Natal digelar di Gereja Sidang Jemaat Pentakosta di Indonesia (GSJPDI) Eben Haezer di Mojokerto, Jawa Timur.
Tragedi itu tak lepas dari situasi panas antar-agama karena konflik umat Kristen dengan Islam di Ambon tahun 1999.
Melansir laman resmi NU, sebagian tokoh Islam garis keras saat itu berharap Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur mengirim Banser ke Ambon untuk membantu kelompok Islam dalam konflik itu.
Baca Juga: Diajak Bercerita NU Garis Lucu, Netizen pun Suguhkan Kisah-kisah Toleransi Lucu yang Adem Banget
Namun, almarhum Gus Dur menolak tegas desakan itu dan memilih mengambil jalan tengah. Gus Dur ingin melerai konflik itu.
"Kalau Gus Dur bertindak sebagai politisi, akan memanfaatkan konflik tersebut untuk menaikkan citranya dengan mengiyakan usulan-usulan itu. Sehingga Gus Dur di mata mereka dianggap sebagai pembela umat Islam," ungkap tokoh muda NU Rijal Mumazziq Z pada Rabu (1/8/2021).
“Tapi itu tidak beliau lakukan karena jernih melihat persoalan. Gus Dur menganggap kedua umat yang berkonflik itu adalah warga negara Indonesia yang wajib dilindungi,” kata Rijal.
Sikap Gus Dur terlihat saat memerintahkan Banser menjaga gereja-gereja di seluruh Indonesia atas nama kemanusiaan.
Sesuai perintah itu, Riyanto dan jajaran Banser di Mojokerto pun menjaga GSJPDI Eben Haezer.
Saat melakukan penjagaan, Riyanto dan orang-orang yang berjaga mendapat laporan soal bungkusan hitam mencurigakan.
Mereka pun mendatangi lokasi penemuan bungkusan hitam itu dan mengecek isinya.
Ternyata, bungkusan itu berisi rangkaian kabel yang menyerupai bom. Riyanto lalu membawa bungkusan itu dan membuangnya ke tempat sampah.
Karena masih terlalu dekat dengan ratusan jemaat gereja, Riyanto mengambil kembali bom itu untuk membuangnya ke lokasi lebih jauh.
Akan tetapi, bom itu malah meledak saat hendak dibuang. Riyanto meninggal akibat ledakan bom itu.
Baca Juga: Kisah di Balik Hubungan Harmonis Timnas Aljazair dengan Palestina
Sementara, para jemaat gereja dan orang-orang di sekitarnya selamat. Hingga kini, banyak orang terus mengenang keberanian dan pengorbanan Riyanto.
“Dia itu seorang yang saya katakan sebagai pahlawan kemanusiaan. Karena keberanian dia untuk membawa itu dengan asumsi supaya tidak ada ledakan bom itu sehingga dia masukkan ke bak kontrol di depan,” ujar Rudi Sanusi Widjaja, pendeta Gereja Eben Haezer pada Rabu (25/12/2019).
Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Mojokerto Ahmad Saifulloh mengungkapkan penghormatannya pada Riyanto.
"Sosok yang tak pernah dilupakan dan menjadi panutan anggota Banser. Riyanto juga menjadi teladan yang luar biasa dan itu lahir dari seorang Banser," kata Ahmad.
"Apa yang dilakukan Riyanto menjadi motivasi bagi kami untuk selalu menjaga dan menghidupkan tentang bagaimana kita membangun hubungan sesama manusia," ujar Ahmad.
Untuk mengenang jasa Riyanto, namanya dibuat sebagai nama jalan di Prajurit Kulon, Kota Mojokerto. Pemerintah Kota Mojokerto juga membangun gapura megah di Jalan Riyanto.
Dalam peringatan 5 tahun meninggalnya Riyanto di Mojokerto kala itu, Gus Dur hadir untuk mendoakan dan mengenang almarhum Riyanto.
Tidak hanya Gus Dur, haul itu juga dihadiri penyanyi kenamaan Franky Sahilatua.
Pada 2020, PP GP Ansor memberi gelar Pejuang Kerukunan Umat Beragama bagi Riyanto.
Baca Juga: Penganut Aliran Agama Minoritas Kerap Mengalami Kekerasan, Menkumham: Melanggar Hak Rasa Aman
Sumber : Kompas TV/NU.or.id/Tribunnews.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.