Adapun wihara tersebut didirikan Mbah Tumari tepat delapan bulan sebelum meninggal.
Tak hanya itu, Sukriasih juga menyebut bahwa pada 21 hari sebelum meninggal, Mbah Tumari menyempatkan diri untuk menemui semua anggota keluarganya.
"Semua anak cucunya yang ada di Bromo, Malang didatangi satu-satu kayak mau pamitan," ujar dia Senin (11/12).
Kemudian di Januari 2021, kepergian Tumari membawa duka bagi keluarga dan warga Desa Ranu Pane. Menurut cerita, MbahTumari merupakan sosok pertama yang menjaga hutan Ranu Pane.
"Dulu sebelum ada TNBTS sekitar Tahun 1965, itu Pak Tumari yang diberi mandat pemerintah buat jaga hutan Ranu Pane," kenangnya.
Selain dikenal sosok pribadi yang mulia, Tumari juga dikenal di kalangan para pecinta alam. Dulu, sebelum Gunung Semeru terkenal, Mbah Tumari lah yang kerap menjamu para pendaki.
Bahkan, seorang aktivis Soe Hok Gie, pendaki yang meninggal di Gunung Semeru juga pernah singgah di rumahnya.
"Dulu hampir semua pendaki datangnya kesini. Bisa makan, numpang tidur dan bapak tidak memungut biaya sepersen pun," kenangnya.
Kata Sukriasih, keramahan itu rupanya juga tak pernah luntur dari sosok Mbah Tumari. Sebelum meninggal, di usianya yang sudah senja, Ia masih gemar melempar senyum ramah kepada para pendaki. Bahkan, Ia juga sering memberi pesan-pesan pitutur.
"Ramah sekali sama pendaki. Sering memberikan arahan dan wejangan buat para pendaki karena Gunung Semeru kan sakral. Sering Bapak itu kasih pesan buat pendaki supaya tidak buang sampah sembarangan, harus sopan, dan menghargai alam," pungkasnya.
Baca Juga: Profil Bupati Lumajang Thoriqul Haq, Marahi Warga yang Swafoto di Lokasi Erupsi Semeru
Sumber : Surya.co.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.