YOGYAKARTA, KOMPAS.TV-- Ketertarikan kaum milenial terhadap museum bisa dibangun dengan menempatkan media visual interaktif. Adaya media visual yang interaktif bisa memberikan pengalaman baru sesuai dengan karakteristik anak muda zaman sekarang.
Demikian yang disarikan dalam talkshow ‘Cahaya dari Museum’ yang berlangsung di Pendapa Adiyasa, Jogja National Museum, Sabtu (11/12/2021).
Pada talkshow yang digelar sebagai rangkaian dari kegiatan Festival Seni Cahaya, Sumonar 2021 ini, Ishari Sahida selaku Project Director Sumonar menjelaskan penyajian yang menarik di museum akan membuat pengunjung lebih menyerap informasi dan pengetahuan yang ditampilkan.
Imbasnya hal ini akan membuat kaum milenial makin tertarik untuk berkunjung ke museum.
Baca Juga: Museum Nasional Kabul Kembali Dibuka, Tentara Taliban Jadi Pengunjung Paling Antusias
“Melalui talkshow ini, kami ingin mengangkat pesan teknologi bisa berkolaborasi dengan pengetahuan,” ungkap Ari Wulu sapaan akrabnya.
Maka dari itu, pada gelaran kali ini, ia mengaku sengaja mengundang pihak berkompeten di bidang kearsipan kebendaan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk memberikan hal yang lebih baik.
“Pada awal Sumonar kami memperhatikan landmark, kali ini kami mengambil museum yang memberikan sesuatu yang luar biasa karena lewat museum wawasan berkembang dan fokus kami saat ini penyajian di museum,” ungkap dia.
Salah satu pembicara yang diundang adalah Museum Ullen Sentalu. Daniel Haryono, sang Direktur Museum mengakui pihaknya selalu berupaya mengangkat Museum Ullen Sentalu bukan sekadar museum konvensional yang memamerkan dan memberikan informasi tentang koleksi, melainkan juga pengalaman kepada pengunjung.
Baca Juga: Maret 2022, Museum Rasulullah di Jakarta Segera Dibangun
Salah satunya, dengan membuat museum sebagai venue. Namun, ia memastikan kegiatan yang ada di Museum Ullen Sentalu selalu berkaitan dengan visi dan misi museum.
“Program museum kami adalah program hidup, menghidupkan benda yang ada di museum bukan sekadar artefak,” sambung dia.
Ia menilai museum adalah objek yang butuh informasi namun tetap harus memiliki keterhubungan dengan masyarakat. Museum Ullen Sentalu tidak sekadar menawarkan pengunjung untuk interaksi tetapi juga avonturir.
Maka dari itu, sejumlah perhelatan pernah digelar mulai dari , ICCT Dunia Batik, World of Arcaheological Wonders (WOW), dan Asia Tri.
“Museum punya mandat, misi, dan visi, dan untuk selalu hidup butuh sinergi. Maka kami tak segan-segan menampukan pertunjukan di museum,” kata Daniel.
Pembicara lainnya, Fani Cahya Kini dari Jogja Video Mapping Project (JVMP) bercerita tentang pengalaman efek visual yang pernah digarap oleh JVMP dengan obyek museum.
“Kami membuat mapping keris di Museum Surakarta, tetapi memakai replika keris yang dipajang,” ujarnya.
Adapun pembicara terakhir yakni perwakilan Epson Indonesia, Muhammad Noval lebih menyoroti alasan orang pergi ke museum. Pertama, museum sebagai media edukasi untuk belajar sesuatu yang baru.
Baca Juga: Keris Pangeran Diponegoro Dipamerkan di Museum Solo Setelah Sempat Dinyatakan Hilang Ratusan Tahun
Alasan lainnya, museum menjadi pusat sejarah, media belajar kebudayaan, menjadi inspirasi untuk anak muda mendapatkan pandangan baru serta interaksi.
“Interaksi ini adalah hal baru, jadi ada interaksi atau dialog antara karya dan manusia, karya menyampaikan pesan dan manusia merespons,” sambung Noval.
Menurutnya, saat ini generasi Y dan Z sebagai pembawa tren yang kuat memiliki karakteristik penutur digital, ketertarikan dengan sosial media tinggi, pembelajar sendiri, interaktif, dan fleksibel.
“Mereka tertarik dengan pengalaman baru, belajar, eksplorasi, dan membagi ke orang-orang, dan di sini lah museum bisa masuk lewat tema-tema yang interaktif,” tandas dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.