JAKARTA, KOMPAS.TV- Presiden Joko Widodo menegaskan pemerintah berkomitmen menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan keadilan bagi yang diduga menjadi pelaku pelanggaran HAM berat.
Presiden Jokowi mengatakan, komitmen tersebut dituangkan dalam Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Demikian Presiden Jokowi dalam keterangannya pada acara Peringatan Hari HAM Sedunia Tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 10 Desember 2021.
“Pemerintah melalui Jaksa Agung telah mengambil langkah untuk melakukan penyidikan umum terhadap peristiwa pelanggaran HAM yang berat. Salah satunya tadi sudah disampaikan oleh Bapak Ketua Komnas HAM adalah kasus Paniai di Papua Tahun 2014,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan berdasarkan undang-undang nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia, pemerintah terus mencari solusi untuk penyelesaian yang berkeadilan dan korban.
Baca Juga: Komnas HAM Minta Jokowi Bentuk Komite Penyelesaian Non-Yudisial Kasus Ham Berat
Keputusan Jaksa Agung untuk membentuk tim penyidik bagi kasus Paniai Papua berdasarkan rekomendasi Komnas HAM adalah suatu langkah maju yang mesti diapresiasi.
“Namun kita perlu bersama memastikan proses peradilan yang transparan dan bermartabat,” ujarnya.
Sebelumnya seperti diberitakan KOMPAS TV, pada 8 Desember 2014, aparat TNI diduga menembaki warga sipil di Paniai, Papua. Kasus Paniai Berdarah menjadi salah satu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang tak kunjung selesai.
Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, pihaknya berusaha memberikan prioritas untuk menyelesaikan kasus Paniai Berdarah.
“Sudah dinaikkan ke tingkat penyidikan dengan menunjuk 22 jaksa. Jadi ini nanti akan proses sesuai undang-undang yang berlaku,” kata Mahfud MD dalam keterangan pers virtual pada Sabtu (4/12/2021).
Setelah tujuh tahun, Mahkamah Agung baru membentuk tim penyidik dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai lewat Keputusan Jaksa Agung Nomor 267 Tahun 2021 pada tanggal 3 Desember 2021.
Baca Juga: Di Tengah Pandemi Covid-19, Jokowi: Pemerintah Telah Berjuang Penuhi HAM Rakyat Indonesia
Kronologi Kasus Paniai Berdarah
Melansir BBC, penembakan di Paniai bermula pada 7 Desember 2014 dini hari. Saat itu, kelompok remaja setempat sedang berjaga-jaga sebagai usaha pengamanan jelang perayaan Hari Raya Natal.
Sebuah mobil hitam melaju dari Enaro menuju Madi Kota dan melewati penjagaan di daerah Togokutu. Namun, lampu mobil itu tidak dinyalakan.
Tiga remaja warga sipil pun menghentikan mobil itu untuk menegur pengemudi mobil, yang diduga anggota TNI.
Namun, mobil itu tetap dapat melanjutkan perjalanan ke Madi Kota. Para pengemudi mobil ternyata tidak terima dihentikan warga.
Saat tiba di markas TNI, mereka mengajak anggota lainnya. Kelompok itu lalu menghajar tiga remaja itu.
Satu remaja babak belur dan dua orang lainnya berhasil melarikan diri. Warga lainnya kemudian membawa anak yang terluka ke rumah sakit.
Baca Juga: Hari Ini 7 Tahun Lalu, TNI Diduga Tembaki Warga Sipil di Paniai Papua, 4 Orang Tewas dan 13 Terluka
Pagi harinya, warga berkumpul di lapangan Karel Gobay untuk menuntut pertanggungjawaban atas pemukulan anak-anak Papua itu.
Kepala Kepolisian Daerah Papua saat itu Irjen Pol Yotje Mende juga menyebut warga memblokade jalan poros Enarotali – Madi.
Wakapolres Paniai saat itu datang bernegosiasi dengan warga. Akan tetapi, saat warga sepakat membuka blokade jalan, kelompok yang diduga aparat TNI menembaki warga sipil Papua.
Empat orang tewas di tempat, 13 orang luka-luka dan dibawa ke rumah sakit. Satu orang akhirnya meninggal saat mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Lima orang yang tewas itu adalah para pemuda dan pelajar SMA Negeri 1 Paniai. Mereka adalah Simon Degei (18 tahun), Otianus Gobai (18 tahun), Alfius Youw (17 tahun), Yulian Yeimo (17 tahun), Abia Gobay (17 tahun).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.