Baca Juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Kasus Pelecehan Terus Menimpa Anak-Anak dan Perempuan
Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk memendamnya sehingga mengalami kekerasan berulang yang menekan fisik, mental, bahkan spiritual.
“Situasi ini tidak boleh terus dibiarkan sehingga RUU TPKS yang menjadi payung hukum untuk melindungi korban harus segera disahkan,” ujarnya.
Sementara, RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, regulasi itu tidak kalah penting karena angka kematian ibu di Indonesia akibat melahirkan dan angka stunting pada anak masih tinggi. Cucun pun menilai ketiadaan perlindungan dan jaminan kesejahteraan bagi para ibu yang bekerja berdampak pada anak-anak mereka.
“Para ibu yang harus bekerja terkadang sulit memberikan ASI eksklusif karena cuti melahirkan yang terbatas. Selain itu, ibu pekerja juga harus mendapat beban ganda saat harus merawat anak-anak mereka di usia emas,” katanya.
Tantangan yang dihadapi para ibu tersebut, kata Cucun harus mendapatkan afirmasi dari negara, seperti memberikan cuti melahirkan yang lebih panjang.
Baca Juga: Komnas HAM Minta Kapolda Metro Jaya Evaluasi Penanganan Aduan Pelecehan dan Kekerasan Seksual
Dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, tambah dia, diusulkan agar cuti bagi ibu melahirkan berdurasi 6-7 bulan sehingga mereka bisa memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
“Bayi ini merupakan aset bangsa, para generasi emas yang harus mendapatkan perhatian dari ibu di masa pertumbuhan krusial mereka. Kami berharap pengesahan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak akan memastikan generasi muda Indonesia bakal lebih berkualitas di masa depan karena terjamin asupan gizi dan kesejahteraan mereka dari usia dini,” katanya.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.