JAKARTA, KOMPAS TV - Pemerintah tetap bersikeras untuk melaksanakan program kerja pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Padahal, kini APBN Indonesia masih banyak digunakan untuk pemulihan ekonomi akibat adanya pandemi Covid-19.
Sebab, diperkirakan nantinya dalam memindahkan IKN itu akan menelan biaya kurang lebih sebesar Rp500 triliun. Sehingga, kini sejumlah kalangan pun menolak rencana itu karena dinilai bukan sebuah agenda yang prioritas di tengah negara sedang dilanda krisis.
Salah satu tokoh yang menolak pemindahan IKN itu datang dari Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri.
Mantan Mensos itu meminta pemerintah mengurungkan niat tersebut, karena kini kondisi sosial dan ekonomi masyarakat masih terpuruk.
Baca Juga: DPR Bentuk Pansus Ibu Kota Negara, Berikut Rincian Nama Pimpinan dan 50 Anggotanya
"Banyak hal yang mesti kita selesaikan, sabar lah. Mungkin nanti timing-nya saat tertentu, prioritas kita sekarang ini bagaimana pembenahan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terpuruk," kata Salim saat berbincang dengan KOMPAS.TV, baru-baru ini.
Mantan Dubes Arab Saudi itu menduga nantinya untuk mensukseskan pemindahan IKN, pemerintah akan kembali berutang dengan jumlah yang cukup besar.
"APBN kita pun masih belum siap. Utang semakin membengkak. Ini akan ada utang lagi yang baru memindahkan ibu kota negara. Itu mungkin anggarannya bisa Rp400-500 triliun," ujarnya.
Ia menyebut, pemindahan IKN itu ujung-ujungnya hanya untuk sebagai program pencitraan yang belum jelas akan selesai dengan baik atau malah menimbulkan masalah.
"Ini kan nanti ujung-ujungnya pencitraan juga. Pemindahan ibu kota baru, kondisi ekonomi kita memburuk, ekonomi sosial memburuk," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.