JAKARTA, KOMPAS TV - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama pemerintah menyepakati hasil revisi Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Keputusan itu diambil dalam agenda Rapat Paripurna di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (7/12/2021).
Salah satu poin perubahan dalam revisi regulasi tersebut ialah mengubah syarat usia seseorang untuk menjadi jaksa, yaitu paling rendah berumur 23 tahun dan maksimal berusia 30 tahun.
Sebelumnya, seseorang bisa menjadi jaksa ketika sudah menginjakkan usia 25 tahun dan paling tinggi 35 tahun.
"Sebagai penyesuaian dengan pergeseran dunia pendidikan dan semakin cepat dalam menyelesaikan pendidikan sarjana sekaligus memberikan kesempatan lebih panjang, menyepakati bahwa syarat usia menjadi jaksa paling rendah 23 tahun dan paling tinggi 30 tahun," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir dalam Rapat Paripurna.
Baca Juga: Valencya Lim Bebas, Ada Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat yang Dicopot dari Jabatan!
Kemudian, disepakati soal penegasan lembaga pendidikan khusus kejaksaan dalam pasal 9a.
Lembaga ini akan berfungsi sebagai sarana pengembangan pendidikan di bidang profesi akademik, keahlian, dan kedinasan.
Kemudian, Pasal 11a terkait penugasan jaksa pada instansi selain kejaksaan Republik Indonesia. Komisi III berpendapat penugasan ini bermanfaat untuk menambah wawasan pengetahuan pengalaman dan suasana baru bagi jaksa yang ditugaskan.
Selanjutnya, soal perlindungan Jaksa dan keluarga dalam Pasal 8a. Penyesuaian standar perlindungan jaksa dan keluarganya di Indonesia sesuai standar perlindungan profesi jaksa yang diatur di dalam UN Guidelines on the Role of Prosecutors dan Internasional Association of Prosecutors (IAP).
Perubahan lainnya mengenai perbaikan ketentuan pemberhentian jaksa baik secara hormat maupun tidak hormat. Batas usia pemberhentian jaksa dengan hormat pada pasal 12 UU Kejaksaan, yang semula 62 tahun menjadi 60.
Selain itu, soal perbaikan mengenai ketentuan tentang kedudukan jaksa agung sebagai pengacara negara yang disepakati dalam perubahan pada Pasal 18 ayat (2).
Lalu, soal jaksa agung sebagai kuasa hukum perkara di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Pasal 18 ayat (3).
Dalam poin menambah ketentuan kedudukan tambahan bagi jaksa agung sebagai salah satu pihak yang berkuasa menangani perkara di MK bersama dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau menteri lain yang ditunjuk oleh presiden.
Perubahan lainnya dalam hal pemberhentian jaksa agung, yakni dapat diberhentikan sesuai dengan berakhirnya masa jabatan presiden atau dalam satu periode bersama masa jabatan anggota kabinet.
Jaksa agung juga bisa diberhentikan dalam masa jabatannya oleh presiden yang menjabat, serta jika melanggar soal larangan rangkap jabatan.
Baca Juga: Kejaksaan RI Tetapkan 20 Hari Penahanan, Jerinx: Hukum Harus Dijalani, Kun Fayakun!
Revisi lainnya, menyepakati beberapa penambahan tugas dan wewenang, seperti kewenangan pemulihan aset, kewenangan bidang intelijen, serta bidang hukum yang pengaturannya tetap menyesuaikan dengan UU yang mengatur intelijen negara.
Tugas lainnya yakni penyelengaraan kesehatan yustisial kejaksaan, melakukan mediasi penal, melakukan sita eksekusi, dan melakukan penyadapan berdasarkan UU khusus yang mengatur penyadapan dan penyelenggaraan pusat di bidang tindak pidana.
DPR juga menambah tugas dan wewenang soal hubungan kerja sama serta komunikasi kejaksaan dengan instansi lain.
Kemudian, disepakati juga diskresi jaksa dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik berlaku.
Selanjutnya, terkait pendelegasian kewenangan penuntutan tindak pidana ringan pada penyidik pada pasal 34c.
Terakhir, DPR juga melakukan perbaikan pengaturan atas tugas dan wewenang jaksa agung pada pasal 35, 35a 35b dan 36.
Penguatan tersebut, antara lain kewenangan jaksa agung yang bersifat sebagai advokat general.
Pendelegasian sebagai kewenangan penuntut kepada auditor general untuk melakukan penuntutan dan penggunaan denda damai dalam penanganan tindak pidana ekonomi serta perbaikan rumusan penjelasannya.
Baca Juga: Kasusnya Dilimpahkan ke Kejaksaan, Bagaimana Nasib Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie?
Menanggapi penjelasan dari Adies Kadir, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menanyakan kepada seluruh peserta yang hadir untuk mengesahkan revisi Undang-Undang Kejaksaan tersebut.
"Sidang dewan yang terhormat, berikutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada anggota apakah RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dapat disetujui untuk menjadi undang-undang?" tanya Dasco.
"Setuju," jawab seluruh peserta Rapat Paripurna yang hadir.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.