JAKARTA, KOMPAS.TV- Mahkamah Konstitusi dinilai memutus ragu-ragu perihal uji materi Undang-undang Cipta Kerja.
Demikian Pengamat Politik Lingkar Madani Indonesia (Lima Indonesia) Ray Rangkuti dalam keterangannya Kamis, (25/11/2021).
“Cukup melegakan, sekalipun terlihat keputusannya ragu-ragu. Tapi setidaknya putusan tersebut menyelamatkan hal penting dan prinsipil dalam setiap proses pembuatan UU,” ucap Ray.
“Sekaligus menyelamatkan kekacauan proses pembuatan UU yang mulai agak umum terjadi di dalam masa ke-2 pemerintahan Jokowi. Selain UU Omnibus Law, UU KPK, Minerba juga diperlakukan sama.”
Atas putusan itu, Ray lebih lanjut meminta Pemerintah untuk mentaati keputusan MK yang dimaksud.
“Mentaatinya bukan saja berarti tidak menyatakan menolak, tetapi juga tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan keputusan dimaksud,” katanya.
Baca Juga: MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Ini Kata DPR
“Moral dari keputusan MK tersebut sangat jelas, UU Omnibus Law cacat formil dan karenanya secara moral tidak patut dijalankan.”
Karenanya, lanjut Ray, tetap melakukan tindakan ataupun keputusan eksekutorial berdasarkan UU Omnibus Law dalam 2 tahun ini merupakan sikap kebandelan.
“Sudah semestinya sikap bandel seperti ini ditinggalkan oleh para pembuat kebijakan, dan lebih khususnya pemerintah,” tegas Ray.
Dalam keterangannya, Ray berharap pemerintah dan DPR tidak lagi mengulangi proses pembuatan UU yang bersifat kebut, mengabaikan aspirasi publik, tanpa uji publik, dan sebagainya.
“Aturan pembuatan UU sebagaiman telah ditetapkan amat penting dilaksanakan guna menghindari terjadinya pembuatan UU yang jauh dari aspirasi masyarakat sebagaimana terdapat di dalam UU Omnibus Law,” ujarnya.
Kemudian seturut dengan itu, Ray menilai sebaiknya pemerintah dan DPR tidak hanya memperbaiki sarat formil pembuatan UUnya saja, tapi juga materinya.
“Berbagai pasal kontroversial yang selama ini jadi bahan protes publik sebaiknya dikaji ulang. Bahkan tidak menutup kemungkinan untuk di batalkan,” katanya.
“Pemerintah dan DPR harus lebih mengarus utamakan aspirasi masyarakat dari pada kehendak sendiri. Itulah esensi utama pembuatan aturan. Lebih memperlihatkan apa yang menjadi kehendak publik dari pada kehendak elit.”
Baca Juga: Patuhi Putusan MK, Pemerintah Segera Perbaiki UU Cipta Kerja
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.
“Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam putusan sidang uji formil UU Cipta Kerja.
Dalam argumentasinya, Mahkamah Konstitusi menilai metode pembuatan UU Cipta Kerja tidak jelas apakah itu UU baru atau UU yang direvisi.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi menilai dalam prosesnya UU Cipta Kerja juga tidak memegang asas keterbukaan publik.
“Menyatakan apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk Undang-Undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja maka Undang-Undang atau pasal-pasal atau materi muatan Undang-Undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali,” ujar Anwar.
Sebagai informasi, uji materi UU Cipta Kerja diajukan oleh lima penggugat. Antara lain yaitu, karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta tiga orang mahasiswa, yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.