JAKARTA, KOMPAS.TV - Patologi birokrasi, agaknya sangat cocok untuk menggambarkan akar masalah dari kasus mafia tanah yang menimpa keluarga aktris Nirina Zubir.
Sebab, sudah menjadi rahasia umum, patologi birokrasi atau penyalahgunaan wewenang oleh birokrat itu berhubungan begitu erat dengan hampir seluruh lembaga pelayanan publik di Indonesia.
Dalam kasus mafia tanah yang dialami Nirina Zubir saja, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil sempat menyampaikan, ada pegawai BPN yang terlibat.
"Mafia tanah hingga kini masih merajalela. Hal tersebut terjadi salah satunya karena jaringan mereka yang luas, mulai dari oknum PPAT, penegak hukum, pengadilan, hingga Kementerian ATR/BPN," ungkap Sofyan lewat keterangan resminya, Sabtu (21/11/2021).
Baca Juga: Mafia Tanah Kasus Nirina Zubir, Sofyan Djalil: Jaringan Mereka Luas, PPAT sampai Kementerian ATR BPN
Lalu, sebetulnya seperti apa patologi birokrasi itu dan bagaimana cara untuk mengenalinya? Berikut KOMPAS TV sampaikan penjelasann tentang patologi birokrasi, melansir Heylaw.edu.
Patologi birokrasi merupakan suatu 'penyakit' dalam sistem birokrasi negara yang muncul akibat perilaku para pejabat pemerintahan yang melanggar aturan, dan kerap kali didukung oleh kondisi di sekitarnya.
Dalam bukunya yang berjudul "Patologi Birokrasi: Analisis, Identifikasi, dan Terapinya", Sondang P Siagian membagi patologi birokrasi ke dalam lima jenis.
Baca Juga: Wajib Tahu! Ini Tips BPN Agar Terhindar dari Modus Mafia Tanah
Penyalahgunaan wewenang oleh oknum pejabat pemerintahan dapat dikategorikan sebagai patologi birokrasi karena berpotensi menjalar ke berbagai permasalahan yang lain.
Terlebih jika pelakunya menerima promosi jabatan, maka kemungkinan melakukan pelanggaran akan semakin besar mengingat ada perasaan memiliki kuasa yang tak terbatas.
Pengaburan masalah terkait dengan manipulasi kesalahan-kesalahan yang terjadi di lingkup pejabat. Bukannya diperbaiki, kesalahan justru ditutupi.
Sogok dan suap merupakan pelanggaran tak terpuji yang sering terjadi di birokrasi. Pelanggaran ini menyebabkan kerugian, bukan hanya bagi pemerintah, namun juga masyarakat.
Seorang pejabat pemerintahan mestinya sudah paham bahwa kepentingan pribadi dan lembaga itu tidak bisa disandingkan.
Jadi, apabila ada oknum yang menyelipkan kepentingan pribadi dalam tugas negara, maka ia sudah terpapar patologi birokrasi.
Baca Juga: Puan Minta Kasus Nirina Zubir Jadikan Pelajaran untuk Berantas Mafia Tanah
Bekerja sebagai pelayan masyarakat adalah pengabdian yang harus dilakukan secara maksimal dan profesional, bukannya asal-asalan.
Maka dari itu, jika kinerja pegawai pemerintahan mulai menunjukan penurunan maka dapat dicurigai akan adanya bibit patologi birokrasi.
Kebiasaan oknum pegawai pemerintahan yang melanggar norma hukum bisa jadi rahasia umum atau disebut endemik.
Hingga mereka yang masuk ke dalam sistem tersebut bakal memiliki peluang besar untuk melanggar hukum, seperti suap, korupsi, dan kesalahan tata buku.
Banyaknya pegawai pemerintahan yang terlihat begitu santai saat mengerjakan tugas dapat menjadi indikasi dari patologi birokrasi.
Hal remeh seperti terlambat kerja, tidak mengikuti apel, dan mengambil waktu istirahat lebih lama itu, tentunya dapat membawa pengaruh terhadap kinerjanya dan kualitas pelayanan publik, produktif, dan kebingungan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.