JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Menteri Pertanian Amran Sulaiman diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi izin pertambangan eksplorasi dan izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara pada 2007-2014.
Amran yang juga pemilik perusahaan PT Tiran Grup ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman.
Sebelumnya Rabu (19/11/2021), Amran tidak memenuhi panggilan KPK dan meminta penjadwalan ulang untuk esok hari.
Sesuai penjadwalan sebelumnya pemeriksaan terhadap Amran dilakukan KPK di Polda Sulawesi Tenggara.
Baca Juga: KPK Periksa Amran Sulaiman Dalam Kasus Tambang yang Rugikan Negara Rp2,7 Triliun
Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati pemeriksaan Amran dilakukan untuk mengkonfirmasi kepemilikan tambang nikel yang dipimpin mantan Mentan tersebut.
Hal ini untuk melengkapi kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara pada 2007-2014 yang menyeret Aswad Sulaiman sebagai tersangka.
"Dalam pemeriksaan hari ini terhadap saksi Amran Sulaiman, tim penyidik mengkonfirmasi antara lain terkait kepemilikan tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara," ujar Ipi Maryati saat dikonfirmasi, Jumat (19/11).
Selain Amran dalam kasus ini KPK juga memeriksa sejumlah saksi, yakni Direktur PT Tambang Wisnu Mandiri bernama Bisman dan pihak swasta bernama Andi Ady Aksar Armansyah.
Baca Juga: Ricuh! Unjuk Rasa Tolak Tambang Nikel di Konawe Selatan
Untuk kedua saksi tersebut, penyidik KPK mendalami terkait pengurusan Izin Usaha Pertambanga di Kabupaten Konawe Utara.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka pada 3 Oktober 2017.
Aswad selaku Bupati Konawe Utara periode 2007-2009 dan periode 2011-2016 itu diduga menerima suap sebesar Rp13 miliar.
Baca Juga: KPK Tetapkan Mantan Bupati Konawe Utara Jadi Tersangka
Suap tersebut berasal dari sejumlah pengusaha yang diberikan izin pertambangan. Aswad juga diduga telah menyebabkan kerugian negara Rp2,7 triliun.
Indikasi kerugian negara ini dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum.
Aswad diduga menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, dan korporasi terkait pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi, eksploitasi, serta izin usaha pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara pada 2007-2014.
Aswad disebut mencabut sepihak kuasa pertambangan yang mayoritas dikuasai PT Aneka Tambang (Antam).
Baca Juga: Polisi Tetapkan 5 Koordinator Pembakar Pabrik Smelter Nikel di Konawe
Di sisi lain, dia menerima pengajuan permohonan izin eksplorasi dari delapan perusahaan hingga diterbitkan 30 surat keputusan. Dari seluruh izin yang diterbitkan, beberapa telah sampai tahap produksi hingga diekspor.
Perbuatan itu berlangsung hingga 2014. Aswad diduga menerima Rp13 miliar dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Aswad dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.