JAKARTA, KOMPAS.TV – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin, berpendapat, akan ada perbedaan penanganan konflik di Papua oleh Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa.
Menurut Ali, selama Andika Perkasa menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), dia lebih mengedepankan komunikasi dalam banyak hal penyelesaian terkait masalah konflik militer.
“Waktu kami di Papua, kami ikut merasakan itu, dan beberapa kali negosiasi, pertemuan, untuk berjumpa dengan para opinion leader terkait penyelesaian konflik militer dengan berbagai organisasi teroris itu dilakukan berdasarkan gagasan besar yang disampaikan oleh Pak Andika Perkasa,” ucapnya saat menjadi narasumber dalam Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Rabu (17/11/2021).
Baca Juga: Setara Institute Sebut Isu Kesejahteraan Prajurit Bukan PR Panglima TNI
Ali meyakini, penyelesaian konflik dengan pendekatan komunikasi yang akan dilakukan oleh Panglima TNI. Terlebih jika konflik yang harus diselesaikan adalah konflik sosial antara TNI dan masyarakat.
“Kalau penyelesaiannya konflik antara TNI dengan masyarakat, maka pola dialog yang dilakukan, saya tadi katakan bahwa ketika beliau menjadi KSAD kan yang dikedepankan, kita semua tahu,” lanjutnya.
Tetapi, pola penyelesaiannya akan berbeda jika urusannya dengan teroris. Kata Ngabalin, negeri ini harus aman.
“Tidak ada cerita. Negeri ini harus aman. Karena itu TNI harus kuat. Itu sebabnya tidak pernah ada orang mentolerir kalau ternyata teroris menjadi permasalahan besar bagi bangsa dan negara.”
Dia menegaskan, ada dua pola berbeda yang digunakan.
“Tapi kalau terkait dengan masalah teroris, tidak ada cerita. Tentara sudah mewakafkan nyawa, jiwa, raganya untuk kepentingan keselamatan bangsa dan negara.”
Sementara, Ketua Sentra Inisiatif, Al Araf, yang juga menjadi narasumber dalam acara itu, mengatakan tidak setuju dengan label teroris yang disematkan oleh Ali Mochtar.
“Labeling terorisme saya rasa kurang tepat di Papua,” ucapnya.
Dia menyebut, dalam visi dan misi yang disampaikan oleh Andika Perkasa saat fit and proper test calon Panglima TNI, Andika mengatakan bahwa akan menerapkan pola operasi intelijen untuk penanganan konflik sosial.
Menurut Araf, maksud dari pola operasi intelijen ini harus dijelaskan lebih rinci. Sebab, di masa orde baru, kecenderungan operasi intelijen itu adalah pola-pola operasi yang dalam batas-batas tertentu bisa berlebihan dan berdampak pada hak asasi manusia.
“Dalam beberapa kasus, seperti pada kasus pembunuhan Pendeta Jeremia di Papua yang dilakukan oleh salah satu oknum militer di Papua, hal itu terjadi,” lanjutnya.
“Artinya, yang ingin saya katakan, konsep operasi intelijen dalam penanganan konflik di Papua harus dijelaskan pada publik gagasannya sampai sejauh apa.”
Yang paling penting menurut Araf adalah adanya evaluasi secara menyeluruh terhadap operasi militer yang dilakukan selama ini.
Sebab, pola-pola pendekatan keamanan yang berlebihan harus ditinjau ulang, karena itu akan berdampak pada persoalan hak asasi manusia di Papua.
Dia menambahkan, harus ada langkah terobosan dan narasi-narasi baru dalam penyelesaian konflik, dengan jalan resolusi konflik yang lebih damai, dengan mengedepankan aspek negosiasi dan dialog untuk menyelesaikan konflik Papua.
“Nah, operasi intelijen itu arahnya kira-kira apakah ke arah yang lebih represif atau didorong ke dalam pola-pola yang lebih persuasif.”
Baca Juga: Penumpukan Perwira Menengah Dinilai Jadi PR Besar Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa
Sedangkan Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani, menyatakan sependapat dengan yang dijanjikan oleh Andika, yakni pendekatan yang humanis dan pendekatan teritorial, meski memang selalu ada dua sisi yang mungkin timbul.
“Tetapi, hemat saya, yang paling utama harus dilakukan adalah penghentian permusuhan terlebih dahulu. Sehingga kemudian bisa ide-ide misalnya mengutus special envoy untuk Papua, kemudian mengutus sejumlah pejabat yang representatif untuk membahas dan mendialogkan Papua.”
“Tapi ini belum terjadi, belum pernah terjadi setelah presiden Gus Dur, dialog Jakarta dan papua tidak pernah terjadi,” lanjutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.