Mengenai keuntungan dengan harga Rp275 ribu dan Rp300 ribu, Randy menyebut hal itu tergantung pada teknologi yang digunakan oleh laboratorium masing-masing.
Jika lab menggunakan teknologi close system atau teknologi yang terbaru, dengan reagen yang harga Rp400 ribu-Rp500 ribu, harga tersebut dipastikannya tidak bisa dipakai.
“Tapi memang banyak reagen dengan teknologi yang lama, 150-180 mungkin masih bisa.”
Pengusaha, lanjut Randy, sebenarnya berharap tidak ada penerapan satu harga. Mereka berharap ada range harga, sama seperti analoginya tarif moda transportasi.
“Naik pesawat karena cepat, teknologinya canggih, harganya sekian. Tetapi, kalau naik kereta api lain lagi, naik bus malam lain lagi.”
Sementara, Abraham menyebut bahwa pemerintah mengevaluasi data secara mingguan untuk mengetahui apakah harga tes PCR yang ditetapkan benar-benar terlalu rendah.
Menurutnya, berdasarkan data tanggal 13 November 2021, testing PCR di Indonesia masih berada pada kisaran 244 ribu tes per hari.
“Sebelum ada penurunan harga PCR, (jumlah testing) 245 ribuan. Jadi tidak ada penurunan yang signifikan dari testing di Indonesia,” jelasnya.
Baca Juga: Kenapa Harga Tes PCR Baru Turun Rp275.000? Ini Penjelasan Bio Farma
Hal ini menurut dia mengindikasikan bahwa masih banyak lab yang bisa menerima harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dia menyebut, pemerintah juga melihat kondisi di lapangan, termasuk mengecek harga di luar Jawa. Dia mencontohhkan beberapa daerah di luar Jawa yang masih menyanggupi harga Rp300 ribu.
“Lalu kita juga menggunakan data dari salah satu telemedicine terbesar di Indonesia, ternyata mereka melihat dari 140 kabupaten/kota harganya stabil sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah.”
“Apabila ternyata betul harga terlalu rendah, tentu angka testing di Indonesia berkurang signifikan,” lanjutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.