JAKARTA, KOMPAS.TV - Istilah zero deforestasi hutan menjadi buah bibir menyusul trendingnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar di Twitter pada Kamis, (4/11/2021) pagi.
Hal tersebut usai Siti mengunggah sebuah pernyataan yang mengatakan pembangunan besar-besaran di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau deforestasi.
Sebelum menuju lebih jauh, apa sebenarnya deforestasi itu, dan mungkinkah terjadi zero deforestasi di Indonesia?
Dilansir dari laman resmi Greenpeace Indonesia, dijelaskan defisini deforestasi menurut ilmu kehutanan adalah situasi hilangnya tutupan hutan beserta segala aspeknya yang berdampak pada hilangnya struktur dan fungsi hutan itu sendiri.
Soal deforestasi hutan di Indonesia, Forest Watch Indonesia megungkap sebuah data yang juga diilansir oleh Kompas.com, selama tahun 2000 sampai 2017, tercatat Indonesia telah kehilangan hutan alam lebih dari 23 juta hektar atau setara dengan 75 kali luas provinsi Yogyakarta.
Pada tahun 2019, Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara yang paling banyak kehilangan hutan hujan primer akibat deforestasi, yaitu sebanyak 324 ribu hektar.
Konversi hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan diindikasikan masih menjadi penyebab utama terjadinya deforestasi di Indonesia.
Selain itu, terjadinya kebakaran hutan dan lahan juga menjadi penyebab utama deforestasi di Indonesia.
Sekitar 4,4 juta hektar lahan atau setara 8 kali luas pulau Bali terbakar antara tahun 2015 sampai 2019.
Deforestasi tersebut kemudian dianggap dapat menimbulkan berbagai dampak buruk bagi kehidupan manusia. Sebab hilangnya pepohonan yang ada di dalam hutan dapat memicu berbagai bencana alam, seperti tanah longsor, banjir, dan kekeringan.
Selain itu, deforestasi juga bisa menyebabkan terjadinya krisis iklim. Hal tersebut terjadi karena hutan merupakan tempat penyimpanan dan daur ulang karbondioksida yang cukup besar. Lebih dari 300 miliar ton karbondioksida tersimpan di dalam hutan.
Baca Juga: Ini Pernyataan Menteri LHK Siti Nurbaya yang Jadi Sorotan Netizen
Data-data semacam di atas kemudian membuat pernyataan Siti Nurbaya tersebut menjadi sorotan netizen.
Sebelumnya, melalui keterangan tertulisnya, Situ Nurbaya mengatakan, bahwa agenda Indonesia Forestry and Other Land Uses (FoLU) Net Sink 2030 menjadi komitmen Indonesia mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan sehingga terjadi netralitas karbon di tahun 2030.
Bahkan, kata dia, pada tahun tersebut dan seterusnya bisa menjadi negatif, atau terjadi penyerapan atau penyimpanan karbon sektor kehutanan.
"Oleh karena itu, pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi," ujar Siti dilansir dari ANTARA.
Menurut dia, menghentikan pembangunan atas nama nol deforestasi sama dengan melawan mandat Undang-Undang Dasar 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi.
Menurutnya, kekayaan alam Indonesia termasuk hutan harus dikelola untuk pemanfaatannya menurut kaidah-kaidah berkelanjutan dan tentu saja harus berkeadilan.
"Kita juga menolak penggunaan terminologi deforestasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Karena di negara Eropa contohnya, sebatang pohon ditebang di belakang rumah, itu mungkin masuk dalam kategori dan dinilai sebagai deforestasi. Ini tentu beda dengan kondisi di Indonesia," kata Siti.
Untuk itu, ia mengajak semua pihak untuk berhati-hati memahami deforestasi dan tidak membandingkannya dengan terminologi deforestasi negara lain, karena di situ ada persoalan cara hidup, gaya hidup termasuk misalnya tentang definisi rumah huni menurut masyarakat Indonesia dengan halaman rumah dan sebagainya yang berbeda dengan konsep rumah huni menurut kondisi di Eropa, Afrika dan negara lainnya.
"Jadi harus ada 'compatibilty' dalam hal metodologi bila akan dilakukan penilaian. Oleh karenanya pada konteks seperti ini jangan bicara sumir dan harus lebih detil. Bila perlu harus sangat rinci," ujar dia.
Baca Juga: Bantah Pernyataan Istana, Walhi Bocorkan Pelepasan Hutan Kalimantan Era Jokowi
Ia juga memberikan gambaran tentang tingkat kemajuan pembangunan suatu negara. Beberapa negara maju dikatakan sudah selesai membangun sejak tahun 1979-an, selebihnya mereka tinggal menikmati hasil pembangunan.
Artinya sampai dengan sekarang sudah lebih dari 70 tahun untuk masuk ke tahun 2050 saat mereka sebut emisi nol bersih.
"Terus bagaimana Indonesia? Apakah betul kita sudah berada di puncak pembangunan nasional? Memaksa Indonesia untuk 'zero deforestation' di 2030 jelas tidak tepat dan tidak adil. Karena setiap negara memiliki masalah-masalah kunci sendiri dan dinaungi Undang-Undang Dasar untuk melindungi rakyatnya," kata Siti menegaskan.
Siti mencontohkan di Kalimantan dan Sumatera, banyak jalan yang terputus karena harus melewati kawasan hutan. Sementara ada lebih dari 34 ribu desa berada di kawasan hutan dan sekitarnya.
"Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya," kata Siti.
Pernyataan Siti Nurbaya tersebut disampaikannya saat memenuhi undangan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Universitas Glasgow, Skotlandia, pada Selasa (2/11/2021).
Baca Juga: Sikapi COP26 Glasgow, Walhi: Perdagangan Karbon Solusi Palsu Atasi Krisis Iklim
Sumber : Kompas.com/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.