“Selanjutnya juga ada hukum permintaan dan penawaran atau supply and demand. Sebagaimana masyarakat ketahui, pada saat kasus sedang meningkat tinggi, maka demand atau permintaan untuk PCR di global tidak hanya terjadi di Indonesia namun di berbagai negara. Oleh karena itu, harganya bisa tinggi saat itu.”
Saat ini kasus sedang melandai, kata Abraham, oleh karena itu harga juga bisa semakin kompetitif.
Dia menyamakan hal ini dengan tingginya harga masker di awal pandemi. Pada saat itu, kata Abraham, produsen masker jumlahnya terbatas, sedangkan permintaan masyarakat untuk masker sangat tinggi. Oleh karena itu, harga masker jadi sangat tinggi.
Abraham menambahkan, dulu Indonesia hanya bisa mengimpor alat tes PCR. Namun sejak tahun ini, Indonesia telah membuat alat tes PCR sendiri.
Saat pembawa acara Sapa Indonesia Malam, Aiman, menanyakan kenapa harganya tidak langsung turun, Abraham menyebut ada proses yang harus dilalui.
Jika ingin membandingkan harga tes PCR di Indonesia dengan negara lain, menurut Abraham, yang paling wajar adalah membandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN yang memiliki situasi yang serupa dengan Indonesia.
“Indonesia itu harga PCR-nya sudah termurah kedua dari Vietnam,” ujarnya.
Dia mengatakan tidak melakukan perbandingan dengan India atau Amerika Serikat karena ada perbedaan kesiapan infrastruktur pada awal pandemi.
Baca Juga: Sorotan: Dugaan Praktik Mafia Bisnis Tes PCR, Sejumlah Pejabat Disebut Terlibat
Kata Abraham, AS, India, dan China merupakan negara eksportir terbesar alat tes PCR. Sehingga wajar kalau di negara-negara itu harganya lebih terjangkau.
“Pandemi itu datang. Lalu karena ada kebutuhan untuk testing, maka pemerintah dalam upaya melindungi masyarakat ingin meningkatkan jumlah testing. Oleh karena itu testing PCR kita tingkatkan,” jelasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.