JAKARTA, KOMPAS.TV- Dunia kriminalitas di tanah air pernah mencatatkan nama Kusni Kasdut sebagai penjahat kelas kakap yang divonis mati. Namun, Kusni Kasdut tidak berlatarbelakang pejahat, tapi justeru sebagai pejuang di era revolusi kemerdekaan pada tahun 1945-an.
Dikutip dari Intisari, tindak kriminalitas Kusni dan kawan-kawan yang paling terkenal adalah saat dia membobol perhiasan yang tak ternilai harganya dari Museum Nasional Jakarta pada 1963.
Pagi itu, Jumat, 30 Mei 1963, cuaca cukup cerah. Kusni dan tiga kawannya masuk ke Museum dengan menyamar sebagai polisi.
“Selamat pagi, Pak,” sapa penjaga loket dengan nada hormat kepada para polisi yang menampilkan wajah dingin.
Sebenarnya penjaga loket sedikit heran.
Tumben, polisi-polisi ini pagi-pagi sekali sudah tertarik berkunjung ke museum. Namun ia tidak tertarik untuk menyelidik lebih jauh. Ah, biarlah, batinnya.
Di lantai 2, sahabat Kusni, Budi dan Sumali segera menguasai situasi dengan mengajak bicara seorang petugas jaga.
Sementara Kusni dan Herman, langsung menyelinap masuk ke ruangan yang jadi sasaran, yakni Ruang Pusaka.
Ternyata, ruang itu dijaga. Kepalang tanggung, Kusni mencabut pistol dan menodongkannya.
Dengan cepat Kusni segera mendekati lemari pajangan emas dan berlian. Dengan obeng yang paling besar, daun pintu lemari pajangan itu dicongkel. Tak sulit. Cukup ditekan kanan kiri beberapa kali, lemari sudah terbuka.
Saat itulah kedua petugas penjaga baru menyadari, mereka berhadapan dengan perampok.
Baca Juga: Nakes Jadi Sasaran Kriminal Bersenjata di Papua
Setelah berhasil, keempatnya kabur. Sesuai rencana yang telah disepakati, empat orang itu segera meninggalkan jip yang mereka gunakan di pinggir jalan.
Selanjutnya pelarian menggunakan dua becak, masing-masing memuat dua orang.
Di tengah jalan, Kusni membuka hasil rampokannya yang dibungkus kaos kaki bekas. Badannya bergetar dan mulutnya tertutup begitu melihat perhiasan yang terbuat dari emas dan berlian di tangannya.
Kekejaman lain Kusni Kasdut dan kawan-kawan adalah merampok dan membunuh Ali Badjened, saudagar kaya keturunan Arab yang tinggal di Jakarta. Dalam aksi penodongan di depan Pasar Boplo, pistol Kusni meletus menembus jantung korbannya. Koran-koran heboh memberitakan aksi tersebut.
Siapa Kusni Kasdut? Lelaki kelahiran Blitar 1929 itu, sebenarnya tidak berlatar belakang perampok. Dia tercatat punya andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Setelah mendapatkan didikan militer Jepang, Kusni bergabung dengan Brigade Teratai, laskar rakyat bentukan Jenderal Moestopo, yang juga dikenal juga Pasukan Setan.
Disebut begitu, lantaran pasukan ini merekrut berbagai elemen rakyat kala itu, terutama mereka yang berasal dari dunia hitam.
Jadilah Kusni bergaul dengan copet, bandit, perampok, pelacur, dan lain-lain.
Jenderal Moestopo sengaja mengorganisir para kriminal itu dan menggunakannya sebagai pasukan tempur rahasia yang ternyata sangat efektif.
Baca Juga: Sudan akan Serahkan Bekas Presiden Omar al Bashir ke Pengadilan Kriminal Internasional
Tugasnya antara lain menyusup ke wilayah musuh atau mengumpulkan berbagai barang berharga untuk kepentingan perjuangan.
Namun ketika kemerdekaan sudah dicapai, Kusni seperti anak ayam kehilangan induk, dia tak punya tempat bernaung.
Sesudah adanya Pengakuan Kedaulatan RI oleh Belanda pada 1950, reorganisasi dalam tubuh angkatan bersenjata Republik Indonesia (saat itu bernama Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat - APRIS) dilakukan.
APRIS melakukan demobilisasi atau penyeleksian tentara untuk dapat bergabung di dalam strukturnya.
Namun, sebuah kenyataan pahit bagi Kusni Kasdut, ternyata dia ditolak dalam seleksi.
Semenjak itu dia berkelana hingga ke ibu kota dan memulai perjalanan sebagai bandit.
Setelah berbagai aksi kejinya, Kusni ditangkap dalam pelariannya di Semarang, Jawa Tengah, setelah sebelumnya berhasil kabur dari jeruji besi.
Di penjara, Kusni Kasdut dibaptis dan mendapat nama Ignasius. Jelang eksekusi, Kusni sempat membuat lukisan gereja yang dari batang pohon pisang.
Sayang, pertobatan Kusni tak membuatnya memperoleh keringanan hukuman. Ia dieksekusi 16 Februari 1980.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.