Pertanyaan pertama kenapa gubernur? Pertanyaan kedua adalah kenapa jadi capres? Lalu ada sejumlah pertanyaan lainnya, di antaranya yang paling besar ingin tahunya, adalah siapa?
Pertanyaan ini, muncul seiring dengan hasil nyata dari survei berkala. Yang dilakukan oleh sejumlah lembaga. Ada Litbang Kompas, dengan survei rutin enam bulanannya.
Ada pula survei lainnya yang juga dilakukan secara berkala, Charta Politika, SMRC, Indikator Politik, Parameter Politik, dan sejumlah lembaga survei lainnya yang tentunya dinilai punya rekam jejak baik.
Ada hasil yang menarik untuk dicermati. Dari serangkaian semua survei, hanya ada tiga gubernur yang menapaki posisi paling atas. Pertama adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, kedua Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan ketiga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Pertanyaannya, apakah ketiganya akan menjadi kandidat yang mewarnai Pemilihan Presiden 2024? Jawaban sangat dan sangat mungkin.
Mengapa?
Pertama soal kemungkinan jumlah total pasangan. Dalam Undang-Undang Pemilu disebutkan bahwa yang bisa mengajukan pasangan capres-cawapres, adalah partai politik atau gabungan partai politik dengan jumlah perolehan Pemilu sebelumnya 25 persen atau memiliki kursi di DPR setidaknya 20 persen.
Dari aturan ini, maka maksimal akan ada empat pasangan capres-cawapres. Terutama jika dilihat dari syarat perolehan Kursi DPR RI. Yang kedua ada sosok yang selalu menempati posisi tiga besar survei, yakni Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Dalam logika elektoral, mustahil jika peluang ini tidak dimanfaatkan Prabowo untuk maju sebagai capres.
Namun apakah, sosok-sosok ini pasti maju nanti?
Ada satu kuncinya. Yakni, menjaga agar elektabilitas mereka naik dari waktu ke waktu, bukan sebaliknya turun.
Jika kita melihat hasil Litbang Kompas yang pekan lalu dirilis, Ganjar Pranowo melejit angkanya, dari sebelumnya 7 persen ke saat ini hampir 14 persen. Nyaris 2 kali lipat kenaikannya.
Sementara Prabowo Subianto dan Anies Baswedan cenderung stabil.
Perolehan Ganjar, besar kemungkinan disebabkan karena semakin masifnya penyebutan dirinya di media massa dan media sosial, yang dipersepsikan oleh publik sebagai korban dari internal partainya.
Memang belakangan ada banyak pergumulan di internal PDI Perjuangan soal capres ini, sampai-sampai sang Ketua Umum Megawati Soekarnoputri melarang kadernya untuk berbicara soal "Copras-Capres".
Ganjar yang terganjal. Oleh siapa? Konon PDI Perjuangan tengah memajukan Puan Maharani, sang Putri Mahkota untuk maju di ajang Pilpres nanti. Baliho-baliho semakin marak, satu tumbuh berganti yang baru.
Jika dikaitkan dengan Perjanjian Batu Tulis pada 2009 yang tertunda, maka masuk logika, Puan sebagai cawapres akan dipasangkan dengan Capres Prabowo Subianto.
Tapi apakah ini akan terjadi? Lagi-lagi. Jika kondisinya seperti ini, maka secara logika elektoral, sulit PDIP untuk tidak memajukan Ganjar di ajang Pilpres. Kecuali namanya tiba-tiba tenggelam di detik-detik terakhir yang menyebabkan elektabilitasnya terjun bebas.
Untuk Anies Baswedan dan Ridwan Kamil setali tiga uang alias sama saja. Apa yang didapat kini dengan elektabilitas tinggi, bisa jadi bukan jaminan untuk maju Pilpres di masa depan.
Setidaknya mulai tahun depan 2022, sudah ada ganjalan. Anies bakal kehilangan panggung, karena habis masa jabatan sebagai Gubernur. Ganjar dan Ridwan Kamil menyusul di tahun depan. Hanya Prabowo Subianto dan Puan Maharani yang bisa bertahan hingga Pemilu menjelang.
Di sini diprediksi, tahun politik tahun 2022 ini dimulai. Maju setahun dari Pemilu-Pemilu sebelumnya yang biasanya hanya berselang setahun dengan Tahun "T"-nya. Apalagi ada rencana Pemilu dan Pilpres akan digelar pada Februari 2024, maju dua bulan.
Menarik untuk mencermati kiprah, terutama Para Jagoan Survei, di bulan-bulan ke depan. Percayalah, akan ada banyak kejutan!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.