JAKARTA, KOMPAS.TV - Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, menegaskan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap berkomitmen mengakhiri kontrak Perjanjian Kerja Sama antara PAM Jaya dengan mitra swasta pada Januari tahun 2023.
Komitmen ini ditandai dengan persetujuan adendum dicabut/dibatalkan melalui Keputusan Gubernur No. 1289 Tahun 2021 sesuai dengan rekomendasi KPK.
"Pemprov DKI juga telah melakukan upaya memperluas akses air bersih dengan harga terjangkau," kata Sigit dalam siaran persnya, Minggu (24/10/2021).
Pemprov DKI, katanya, berupaya mempermudah akses air bersih melalui Pergub No. 16 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penyambungan dan Pemakaian Air Minum.
"Warga yang sebelumnya terkendala syarat administrasi pelanggan PAM Jaya, misalnya tidak memiliki sertifikat tanah, sekarang dapat menjadi pelanggan PAM Jaya," jelas Sigit.
Baca Juga: LBH Jakarta Beri Anies Rapor Merah, Ini Jawaban Pemprov DKI soal Buruknya Kualitas Udara Jakarta
Terkait kualitas air, kata Sigit, berdasarkan pemeriksaan PAM Jaya, ditunjukkan bahwa kualitas air tidak memburuk.
Menurut Sigit, persoalan yang sering terjadi adalah gangguan pasokan yang diakibatkan karena adanya pekerjaan infrastruktur lain yang berakibat putusnya jaringan perpipaan dan adanya intrusi air kotor ke dalam jaringan perpipaan PAM Jaya. Ia berjanji persoalan ini akan segera ditindaklanjuti.
"Selain itu, pajak air tanah juga ditetapkan lebih mahal 2-3 kali dari tarif air minum perpipaan. Penurunan muka tanah dalam 4 tahun terakhir pun mengalami perlambatan," ujarnya.
Selain itu, Pemprov DKI juga menurunkan tarif air minum bagi warga Kepualaun Seribu melalui Pergub No. 57 Tahun 2021 tentang Penyesuaian Tarif Otomatis (PTO) Air Minum.
Setelah disubsidi, tarif air yang sebelumnya seharga Rp 32.000/m³ turun menjadi Rp 3.550/m³ untuk rumah tangga sederhana dan Rp 4.900/m³ untuk rumah tangga menengah.
Sementara itu, tarif untuk pelaku UMKM atau golongan rumah tangga dengan usaha, homestay, guesthouse, hotel, warung makan, dan toko, dari Rp 35.000/m³ menjadi Rp 6.825/m³.
"Lalu, untuk tarif kantor swasta atau tempat usaha/industri lain menjadi Rp 12.550/m³ dari sebelumnya Rp 35.000/m³," kata Sigit.
Baca Juga: Jawab Laporan LBH Jakarta, Pemprov DKI: Tidak Ada Penggusuran Paksa
Sigit juga mengklarifikasi mengenai Jakarta dengan harga air termahal di Asia Tenggara. Ia mengatakan, Jakarta berada di urutan keempat harga air per m³ termahal di Asia Tenggara.
Urutan tertinggi yakni (1) Singapura Rp 15.000/m³, (2) Bangkok Rp 8.900/m³, (3) Manila Rp 7.100/m³ (4) Jakarta Rp 5.500/m³, dan (5) Kuala Lumpur Rp 2.400/m³.
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta berikan 10 catatan rapor merah dalam masa empat tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Pada laporan bertajuk "Rapor Merah 4 Tahun Kepemimpinan Anies Baswedan Di Ibukota", yang diberikan kepada pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Senin (18/10/2021), tersebut ada 10 masalah yang dianggap perlu digarisbawahi oleh pihak LBH Jakarta.
Salah satunya ialah sulitnya akses air bersih di Jakarta karena swastanisasi air.
Baca Juga: Pemprov DKI Jawab Rapor Merah LBH Jakarta Soal Reklamasi Pantai Utara yang Masih Berjalan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.