Kompas TV nasional berita utama

Ade Armando Sebut Doxing Dibenarkan dalam Kebebasan Berekspresi, Aktivis Tak Sepakat

Kompas.tv - 22 Oktober 2021, 15:55 WIB
ade-armando-sebut-doxing-dibenarkan-dalam-kebebasan-berekspresi-aktivis-tak-sepakat
Pegiat Media Sosial Ade Armando dalam Program Rosi yang mengangkat tema ‘Rapor Demokrasi 2 Tahun Jokowi’ pada Kamis (21/10/2021). (Sumber: Tangkapan layar YouTube Kompas TV/ Ninuk)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pegiat media sosial Ade Armando mengatakan, doxing merupakan kebebasan berekspresi dan dibenarkan dalam demokrasi.

Pendapat itu disampaikan Ade Armando dalam program Rosi yang mengangkat tema ‘Rapor Demokrasi 2 Tahun Jokowi’ pada Kamis (21/10/2021).

“Doxing itu adalah sesuatu yang dibenarkan, secara demokrasi boleh dong,” kata Ade Armando, yang menyatakan sebagai pendukung Presiden Jokowi.

Ade Armando mengatakan, dirinya pernah mengalami doxing. Tetapi menurutnya, doxing yang terjadi padanya dilakukan tanpa keberanian (cemen).

 “Dia cuma bilang saya lahir dimana, nama istri saya, nama anak saya siapa, dia sekolah dimana. So what buat saya,” ujarnya.

Dalam pendapatnya, Ade Armando pun mencontohkan soal bagaimana doxing dalam kebebasan berpendapat bisa dilakukan.

Misal, doxing tentang Rizieq Shihab yang dituduhkan memiliki hubungan illegal dengan seseorang.

Baca Juga: Pesan Jokowi untuk Santri: Indonesia Harus Jadi Pemain Utama dalam Ekonomi Syariah Dunia

“Saya dapat tuh data itu, terus kemudian saya hajar tuh keluarganya Rizieq, Bapak lo tuh bla, bla, bla, bla,” ucap Ade.

“Secara kebebasan berekspresi, boleh nggak? Jawabannya, boleh. Itu adalah harga yang dibayar,” tambah Ade Armando.

Tetapi, lanjut Ade, doxing dengan peretasan adalah suatu hal yang berbeda.

Peretasannya menurutnya adalah suatu hal yang sangat jahat dan jika seseorang mengalami peretasan, maka seyogyanya melaporkan ke polisi.

“Peretasan itu harus dilawan, saya setuju membongkar informasi orang makanya teman saya Denny Siregar itu ribut sama Telkomsel kan gitu,” ujarnya.

Pendapat Ade Armando soal doxing sebagai kebebasan berpendapat direspons tidak setuju oleh Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana.

Bagi Kurnia doxing dan peretasan merupakan satu kesatuan dalam satu tarikan nafas ancaman atau tidak bisa dipisahkan.

Baca Juga: PDIP Puji Kepimpinan Jokowi, Bandingkan dengan 10 Tahun SBY

“Ada informasi pribadi yang sebenarnya jamak dipahami oleh publik tidak mungkin dibongkar secara semena-mena. Kalau tadi ini, Bang Ade Armando ini berusaha untuk menggiring penonton masuk dalam pikiran dia sesuai framing dia. Padahal itu kondisi yang jauh dari faktual,” ujar Kurnia.

Kurnia lebih lanjut menuturkan bagaimana rekannya di ICW mengalami doxing yang luar biasa.

“Peretasan dan doxing itu dua hal yang selalu menjadi perdebatan di tengah masyarakat dan negara tidak ada kemauan untuk menindak itu,” kata Kurnia.

Dalam cermatnya, Kurnia menuturkan ada satu siklus bagaimana doxing dan peretasan itu terjadi sejak 2019.

Menurutnya, dua hal tersebut selalu terjadi ketika ada isu tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Ketika revisi UU KPK, ratusan atau puluhan akademisi di-hack handphonenya, di UGM saya rasa ada beberapa akademisi yang kena hal itu. Proses calon pimpinan KPK seperti itu, dalam isu Tes Wawasan Kebangsaan,” beber Kurnia.

Baca Juga: Kerajaan Bisnis Haji Isam, Pemilik Pabrik Rp2 T yang Baru Diresmikan Jokowi

“Rekan saya sendiri di kantor lagi memoderatori acara tiba-tiba di depan rumahnya ada puluhan ojek online, entah siapa yang memesan itu dan ditujukan untuk mengganggu diskusi itu berjalan dan itu bukan ICW saja yang kena.”

Tidak hanya Kurnia Ramadhana yang bertolak belakang dengan Ade Armando soal doxing.

Ketua Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati juga tidak sepakat dengan pendapat Ade Armando perihal doxing sebagai kebebasan berpendapat.

Asfinawati juga membantah pernyataan Ade Armando soal ada anggapan bahwa sejumlah aktivis ingin memframing negara anti-kebebasan berpendapat.

“Bukan itu, masalah kita ini nggak selesai-selesai kalau kritik publik selalu diframing, bahwa ini ada upaya membuat persepsi pemerintahan Jokowi buruk, nggak peduli saya presidennya siapa, YLBHI itu nggak peduli presidennya siapa,” tegasnya.

“Yang kami pedulikan bukan agar ada framing negara anti-kebebasan atau apa pun, tetapi agar masalah, tidak ada korban lagi titik, demokrasi terjaga sesuai negara hukum Republik Indonesia.”




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x