JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Wakil Kepala Lemdiklat Polri Anton Charliyan menyayangkan adanya pelanggaran prosedur anggota Polri yang belakangan menjadi sorotan publik.
Ia menilai bahwa pelanggaran oknum anggota Polri karena berkurangnya pembinaan dan pengawasan internal.
Meski pembinaan dan pengawasan menurun, seharusnya anggota Polri sudah menyadari konsekuensi dari pelanggaran tersebut.
Sebab, Polri salah satu institusi yang menjalankan pengawasan berganda. Di internal saja ada Propam, Itwasum, serta ada atasan yang berhak menghukum.
Baca Juga: Kinerja Polri Disoroti, Kapolri: Jangan Antikritik
"Ketika ada pelanggaran anggota ini akan kena hukuman internal, disiplin, kode etik, dan apabila ada unsur pidana terkena juga hukum pidana. Jadi ketika kalau ada pelanggaran hukumannya jadi bertubi," ujar Anton saat dihubungi, Rabu (20/10/2021).
Anton menambahkan, setiap anggota Polri semestinya menjadikan pengayom, pelayan dan pelindung masyarakat sebagai pedoman dalam menjalankan tugas.
Di sisi lain, anggota Polri juga berperan sebagai penegak hukum yang sifatnya memaksa.
Jika sisi humanis dalam pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat tidak seimbang dengan sifat memaksa maka akan muncul pelanggaran disiplin.
"Ini ada kode etik, ada profesional, kode etik dan profesional ini harus seimbang kalau tidak seimbang profesional saja tanpa etika ini berbahaya. Inilah kerumitan dari pada Polri," ujar mantan Kapolda Jawa Barat itu.
Baca Juga: Anggota Polisi yang Banting Mahasiswa Saat Demo, Brigadir NP Ditahan dan Kena Pasal Berlapis
Lebih lanjut, purnawirawan jenderal bintang dua ini menilai salah satu faktor yang membuat menurunnya pembinaan dan pengawasan internal yakni pandemi Covid-19.
Keterlibatan Polri dalam penanganan Covid-19, mulai dari vaksinasi hingga penelusuran orang yang kontak erat dengan pasien Covid-19 membuat pengawasan dan bimbingan internal yang biasanya berjalan seminggu sekali menjadi tertunda.
Hal tersebut lantaran anggota dikerahkan untuk menjalankan tugas sebagai pelayan, pengayom, dan pelindung masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
"Bimbingan fungsi teknis profesional dan juga bimbingan mental, yang dulu dilaksanakan seminggu sekali, tetapi ketika Covid-19 jadi setahun sekali pun juga tidak ada. Sehingga terlihat sekali penurunannya, dan mungkin saja instutusi lain juga demikian," ujar Anton.
Baca Juga: Polri Gelar Lomba Mural, Peserta Boleh Beri Kritikan
Sebelumnya, Kepolisian RI mendapat sorotan publik dengan munculnya #percumalaporpolisi di media sosial.
Kemunculan #percumalaporpolisi ini buntut dari penghentian kasus dugaan pencabulan tiga anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Tidak berhenti dari di situ, pengamanan demo mahasiswa di Kabupaten Tangerang juga membuat sorotan terhadap korps Bhayangkara menjadi-jadi.
Video yang memperlihatkan Brigadir NP membanting mahasiswa saat pengamanan demo menjadi viral di media sosial.
Baca Juga: Dimutasi Kapolda, Jacklyn Choppers: Biasa Aje Bro, Gue Udah 25 Tahun di Reserse, Perlu Penyegaran
Belum lagi pelanggaran prosedur Aipda Monang Parlindungan Ambarita atau Aipda Ambarita yang memaksa untuk membuka telepon genggam saat mengintrogasi seorang pemuda.
Namun peristiwa tersebut kini sudah ditangani kepolisian.
Untuk kasus di Luwu Timur, Mabes Polri telah mengirim tim untuk menampingi dan menganalisa penyelidikan yang dilakuakan Polres Luwu Timur.
Brigadir NP sudah ditahan di Polda Banten dan sedang menjalani pemeriksaan oleh Propam Polda Banten.
Sementara Aipda Ambarita dimutasi ke Bidang Humas Polda Metro Jaya untuk membantu tim media sosial humas Polda Metro Jaya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.