Kondisi ini akan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia, serta membuat musim hujan terjadi lebih lama.
Fenomena La Nina juga bisa diukur terutama untuk menentukan peristiwa alam ini masuk kategori lemah, sedang, atau kuat.
Ada dua cara yang bisa digunakan untuk mengukur La Nina, yaitu menggunakan sea surface temperature (SST) dan southern oscilation index (SOI).
Pembagian pertama dengan cara SST akan mengelompokkan fenomena ini sebagai berikut:
- La Nina lemah
Jika SST bernilai lebih besar dari -0,5 dan berlangsung selama 3 bulan berturut-turut.
- La Nina sedang
Jika SST menunjukkan nilai -0,5 sampai -1 dan berlangsung minimal tiga bulan berturut-turut.
- La Nina kuat
Jika nilai SST lebih kecil dari -1 selama setidaknya tiga bulan berturun-turut.
Baca Juga: Waspada La Nina! BMKG Sebut Curah Hujan di Indonesia Akan Terus Meningkat Hingga Februari 2022
Adapun per 18 Oktober 2021, Indonesia sedang mengalami La Nina Lemah dengan nilai SST sebesar -0,67.
Cara kedua adalah dengan SOI. SOI mencatat perbedaan tekanan udara permukaan di daerah Pasifik Timur dengan tekanan udara permukaan daerah Indo-Australia. Cara ini bisa mengukur La Nina dan El Nino sekaligus tergantung hasil perhitungannya.
SOI diukur lebih lama dari SST, SOI diukur selama enam bulan. Jika angkanya +5 sampai +10 maka tahun tersebut akan disebut dengan tahun La Nina.
Sumber : Kompas TV/BMKG
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.