JAKARTA, KOMPAS.TV- Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK meminta kepolisian memperdalam alat bukti yang telah ada dalam kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandung di Luwu Timur.
Mengingat dalam kasus ini, sudah terdapat diagnosa dokter Puskesmas Malili yang menyatakan bahwa terdapat kerusakan pada organ vital korban (anus dan vagina).
Demikian Koordinator Advokasi Kebijakan Pengurus Asosiasi LBH APIK Indonesia, Ratna Batara Munti dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/10/2021).
“Kasus harus segera dibuka kembali tanpa perlu menunggu alat bukti baru. Dalam kasus di Luwu Timur, alat bukti yang telah ada perlu diperdalam dan dipergunakan untuk membuka kembali kasus ini,” tegas Ratna Batara.
Apalagi, berdasarkan rilis dari kuasa hukum korban ada beberapa alat bukti yang diabaikan, diantaranya hasil visum et psikatrikum (VeP).
Dimana masing-masing korban telah menceritakan peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Terlapor.
Baca Juga: Kuasa Hukum Kecewa Polres Luwu Timur Terus Datangi Korban Kekerasan Seksual, Malah Buka Identitas
“VeP merupakan alat bukti yang sah yang tidak dapat diabaikan apabila merujuk pada Pasal 184 ayat (1) huruf c jo Pasal 187 huruf c KUHAP, yang menyatakan bahwa surat keterangan seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya,” kata Ratna.
Dalam cermat LBH Apik, kata Ratna, keterangan dari petugas P2TP2A yang bukan bagian dari psikatri dalam kasus ini tidak semestinya masuk dalam VeP. Apalagi bertentangan dengan pernyataan korban.
“Selain itu, dugaan kekerasan seksual juga terdapat diagnosa dokter Puskesmas Malili bahwa terdapat kerusakan pada bagian anus dan vagina,” jelas Ratna.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.