Hingga desakan pihak kepolisian untuk membatalkan laporan karena pihak pelaku juga sudah melapor.
Menurut Gea, dirinya didesak polisi dengan ancaman akan ditangkap seperti pelaku penganiayaan.
"Waktu kami melapor ke polisi, kami dibilangi jangan teruskan laporan ini. Nanti sama-sama kalian ditangkap. Karena pelakunya sudah melapor juga. Kau nanti ditangkap juga. Siapa nanti yang akan mencari makanan untuk anak anakmu," terang Gea sembari terisak.
Karena desakan itu, Gea sempat hendak mundur. Tetapi, katanya, ada seorang bapak dan ibu yang melarangnya.
"Nanti, seenak orang itu meminta-minta di tempat itu," kata Gea.
Gea teringat perjuangannya yang harus rela bangun tiap pukul 2 pagi hanya untuk berjualan. Ia percaya dengan tidak mencabut laporannya, ia akan mendapat keadilan atas penganiayaan yang menimpa diri serta anaknya.
"Tapi untuk apa aku bangun jam 2 belanja sayur untuk dijual. Makanya aku tetap melapor terus," tegasnya.
Gea menolak tawaran damai lantaran masih merasa trauma atas perlakuan preman tersebut dan ingin mendapatkan keadilan.
"Aku gak mau (damai). Waktu aku dipijak-pijak, ditendang, diludahi, seperti binatang. Aku gak terima. Makanya aku, gak menerima orang itu mau damai, harus ada keadilan," kata Gea.
Perlu diketahui, kejadian penganiayaan itu terjadi pada Minggu, 5 September 2021, saat Gea hendak bersiap berjualan di pasar.
Gea mengatakan pada pukul 07.00, seseorang datang menagih uang lapak sebesar Rp500 ribu. Ia tidak menghiraukannya dan kembali berbelanja dengan suaminya.
Baca Juga: Kasus Penganiayaan Pedagang oleh Preman Diambil Alih Polda Sumut: Biar Lebih Objektif
Nahas, saat kembalinya dari berbelanja, Gea yang tetap menolak membayar pungutan liar justru dianiaya oleh si preman.
Ia mengaku heran lantaran sosok yang datang tidak ia kenali.
Padahal, menurut pengakuan Gea, dia telah membayar uang sewa kepada pemuda setempat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.