JAKARTA, KOMPAS.TV – Viralnya tagar #PercumaLaporPolisi setelah penghentian kasus dugaan pemerkosaan tiga anak oleh ayah kandung di Luwu Timur, mesti jadi momentum Polri untuk membenahi diri. Pemerintah dan Polri jangan menganggap tagar tersebut sebagai serangan terhadap institusi.
Demikian pernyataan Badan Pekerja Kontras dalam siaran pers terkait viralnya tagar #PercumaLaporPolisi di media sosial, Senin (11/10/2021).
Kontras berharap kritikan publik melalui tagar tersebut menjadi bahan evaluasi secara mendalam dan serius oleh pihak kepolisian.
Hal ini sesuai dengan semangat perbaikan institusi sebagaimana menjadi misi Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yaitu menciptakan kepolisian yang presisi (prediktif , responsibilitas dan transparansi berkeadilan).
“Institusi Kepolisian tak boleh resisten terhadap kritik atau bahkan justru menuding balik orang yang mengkritik sebagai sebuah penyerangan,” kata Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar.
Baca Juga: Mabes Polri: Kasus di Luwu Timur Tetap Ditangani Polda Sulsel, Kami Lakukan Pendampingan
Menurut Rivanlee, tagar #PercumaLaporPolisi telah memunculkan pembicaraan publik mengenai nihilnya upaya masyarakat dalam pencarian keadilan lewat laporan ke kepolisian.
Sejumlah kasus yang diungkap publik, kata dia, dapat menjadi ukuran bahwa kinerja Kepolisian masih jauh dari memuaskan.
“Kasus di Luwu tentu hanya satu kasus di antara kasus serupa lainnya yang butuh perhatian publik agar segera mendapatkan jalan penyelesaian secara berkeadilan,” tutur Rivanlee.
Berdasarkan pemantauan, Kontras mencatat selama periode Juli 2020–Oktober 2021, terdapat 12 kasus yang tidak dilanjutkan oleh kepolisian baik di level polsek maupun polres.
Laporan yang tidak ditindaklanjuti itu beragam, seperti kekerasan, gratifikasi pejabat, penganiayaan, kekerasan seksual dan penembakan oleh aparat.
Baca Juga: Kompolnas Sarankan Polri Pakai CSI Cari Bukti Baru Kasus Pemerkosaan 3 Anak di Luwu Timur
Alasan pemberhentian tersebut pun bermacam-macam seperti idak adanya saksi, kurangnya barang bukti, arahan untuk diselesaikan secara internal dalam menangani kasus, hingga kendala dalam mengungkap identitas pelaku.
Kontras sendiri menemukan alasan-alasan tersebut dalam sejumlah kasus yang mereka dampingi. Antara lain kasus penyiksaan oleh anggota kepolisian terhadap Alm. Sahbudin di Bengkulu pada 9 Desember 2020, dan dugaan kasus penyiksaan terhadap Henry Alfree Bakari di Batam pada 6 Agustus 2020.
Terakhir, kasus dugaan penyiksaan dan penghilangan barang bukti perihal kasus dugaan salah tangkap yang dilakukan oleh penyidik Polres Tasikmalaya Kota dalam kasus pembunuhan berencana yang disangkakan kepada Dani Susanda pada 2014.
Dalam siaran persnya, Badan Pekerja Kontras merekomendasikan Presiden untuk secara serius mengevaluasi institusi Kepolisian dengan menginstruksikan Kapolri melakukan perbaikan secara menyeluruh terhadap tugas-tugas Kepolisian saat ini.
Baca Juga: Tim Khusus Polri Audit Kinerja Polres Luwu Timur Soal Kasus Dugaan Pemerkosaan Ayah Terhadap Anaknya
“Langkah peneguran terhadap Kapolri beberapa waktu lalu tentu tidak cukup. Butuh langkah yang nyata untuk menghilangkan kultur kekerasan dan sewenang-wenang kepolisian dalam rangka reformasi institusi Kepolisian,” papar Rivanlee.
Rekomendasi kedua, Kapolri menindak tegas anggotanya yang melakukan pelanggaran. Misalnya, enggan menyelesaikan laporan masyarakat.
Selain itu, Kapolri juga harus memperketat mekanisme pengawasan internal dengan meningkatkan efektivitas fungsi Propam.
“Setiap pelanggaran harus diselesaikan secara akuntabel dan berkeadilan, baik lewat sanksi etik, disiplin ataupun pidana,” tuturnya.
Rekomendasi ketiga, Komisi III DPR RI untuk segera melakukan pengawasan eksternal dan evaluasi terkait kinerja aparat Kepolisian.
Baca Juga: Plt Gubernur Sulsel Kirim Tim Bantu Usut Kasus Dugaan Pemerkosaan Anak di Luwu Timur
Komisi III, misalnya, dapat memanggil Kapolri untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat kemudian menanyakan secara serius kinerja Kapolri beserta bawahannya, khususnya berkaitan dengan kasus-kasus mandek dan kental dengan kekerasan.
Terakhir, lembaga pengawas eksternal seperti Ombudsman, Komnas HAM, dan Kompolnas dapat bekerja secara aktif dan meningkatkan kinerja pengawasannya terhadap institusi Kepolisian sesuai dengan porsi lembaga masing-masing.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.