“Visum itu dilakukan pada tanggal 11 November 2019. Hasil visum yang dilakukan RS Bhayangkara Makassar, lengkap dengan adanya berita acara dan sumpah jabatan dokter yang melakukan visum, tidak ditemukan adanya bukti-bukti pencabulan,” kata Zulpan.
Polres Luwu Timur kemudian menghentikan penyelidikan kasus pemerkosaan ini usai gelar perkara pada awal Desember 2019 atau sekitar dua bulan setelah ibu korban melapor.
Baca Juga: Kasus Pemerkosaan Luwu Timur Distop, Tagar #PercumaLaporPolisi Jadi Trending
“Kita tidak serta-merta menghentikan, tetapi melalui proses gelar perkara. Gelar perkara pertama itu 5 Desember 2019. Hasil gelar perkara ini adalah rekomendasi tidak ditemukan cukup bukti terkait kasus pencabulan,” papar Zulpan.
Kasus pemerkosaan ini berhenti di tahap penyelidikan. Padahal, korban juga telah melakukan visum mandiri untuk menguatkan pelaporan itu.
“Dalam surat rujukan hasil visum itu tertulis diagnosis internal thrombosed hemorrhoid + child abuse. Kerusakan pada bagian anus akibat pemaksaan persenggamaan,” tulis pemberitaan Project Multatuli.
“Diagnosis lain menulis abdominal and pelvic pain. Kerusakan pada organ vagina akibat pemerkosaan.
“Diagnosis selanjutnya vaginitis atau peradangan pada vagina dan konstipasi atau susah buang air besar.”
Akan tetapi, hasil visum itu tidak masuk dalam pertimbangan Polres Luwu Timur dalam gelar perkara dan penghentian penyelidikan kasus pemerkosaan itu.
Baca Juga: KPAI Usut Dugaan Pemerkosaan Tiga Anak oleh Ayah Kandung di Luwu Timur
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.