JAKARTA, KOMPAS.TV- Direktorat Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menggrebek dua pabrik yang memproduksi obat keras ilegal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pabrik itu berlokasi di Kasihan, Bantul dan Gamping, Sleman.
Kasus tersebut terungkap saat dilaksanakan Kegiatan Kepolisian yang Ditingkatkan dengan sandi Anti Pil Koplo 2021 yang menyasar produsen dan pengedar gelap obat keras atau berbahaya.
Penemuan dua pabrik obat keras ilegal di DIY itu berawal dari pengungkapan kasus peredaran gelap obat-obat keras dan psikotropika yang menyita lima juta butir obat dengan delapan tersangka dari berbagai tempat kejadian perkara (TKP) seperti Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi, dan Jakarta Timur pada 13 sampai 15 September 2021.
Baca Juga: Penggerebekan Pabrik Obat Keras Ilegal di Bantul Jadi Kasus Terbesar Bareskrim Polri
Dalam keterangan tertulisnya, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Polisi Agus Andrianto menuturkan, tersangka yang ketika itu ditangkap mengaku obat keras diproduksi di wilayah DIY.
Bareskrim lalu berkoordinasi dengan Polda DIY untuk pengembangan.
Pada 21 September 2021 sekitar pukul 23.00 WIB, penyidik menemukan gudang tempat pembuatan obat terlarang di Ngestiharjo, Kasihan, Bantul. Di tempat itu, polisi menangkap tersangka WZ (53).
Berdasarkan informasi dari WZ, pabrik itu dipimpin oleh LSK (49).
Polisi pun menangkap LSK di rumahnya yang berlokasi di Taman Tirto Bantul.
Tidak berhenti sampai di sini. Pengembangan penyidikan berlanjut dan LSK menyebutkan masih ada satu pabrik lagi di sebuah gudang yang berada di Banyuraden, Gamping, Sleman.
Pabrik itu milik Joko (56), kakak kandung LSK.
Pada 22 September 2021, polisi menggeledah pabrik tersebut. Dari penggeledahan itu, polisi menemukan obat keras jenis Hexymer, Thirex, DMP, Double L.
“Joko kami tangkap pada 22 September 2021 di Trihanggo Gamping Sleman,” ujar Agus.
Beberapa hari kemudian, polisi menangkap SA yang berperan sebagai pemasok bahan baku yang digunakan untuk produksi obat di kedua pabrik itu.
Barang bukti yang disita polisi dari jaringan peredaran obat keras ilegal ini meliputi satu unit truk colt diesel dengan nomor polisi AB 8608 IS.
Lalu, 30.345.000 butir obat keras yang dikemas menjadi 1.200 koli paket dus.
Baca Juga: Digerebek Bareskrim Polri, Kapasitas Produksi Pabrik Obat Keras Ilegal di DIY 14 Juta Butir per Hari
Kemudian, sembilan mesin cetak pil Hexymer, DMP dan Double L, lima buah mesin oven obat, dua buah mesin pewarna obat, satu buah mesin cording/printing untuk pencetak, 300 sak lactose dengan berat total sekitar 800 Kg.
Selanjutnya, 100 kg adonan bahan pembuatan obat keras dan 500 kardus warna coklat. Terakhir, 500 botol kosong tempat penyimpanan obat keras.
Para tersangka jaringan obat keras ilegal ini dijerat Pasal 60 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atas perubahan Pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan subside Pasal 196 dan/atau Pasal 198 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Juncto Pasal 55 KUHP.
Dengan ancaman pidana selama 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar subsider 10 tahun penjara.
Selain itu, mereka juga dijerat Pasal 60 UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.