JAKARTA, KOMPAS.TV - Dalam daftar 100 Orang Berpengaruh di Dunia Tahun 2021 versi majalah TIME, ada satu nama orang Indonesia yaitu Prof. Adi Utarini, peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Guru besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM tersebut masuk dalam kategori pionir pada penghargaan itu karena berhasil memimpin penelitian teknologi Wolbachia di Yogyakarta.
Teknologi Wolbachia merupakan teknologi temuan Pendiri dan Direktur World Mosquito Program (WMP) Global Prof. Scott O'Neill pada 2008 yang dimanfaatkan untuk mengendalikan dengue.
Sehingga penelitian tersebut menjadi ajang kolaborasi Prof. Uut, demikian ia akrab disapa, dengan beberapa pihak seperti WMP Yogyakarta, Monash University, dan Yayasan Tahija.
Baca Juga: Penelitian Temukan Kelelawar Tapal Kuda Laos Bawa Virus Corona Berfitur Sama dengan Virus Covid-19
"(Penghargaan) ini merupakan berkah dari Allah SWT bagi tim penelitian kami di World Mosquito Program Yogyakarta," kata Prof. Uut seperti dikutip dari laman UGM, Minggu (19/8/2021).
WMP sendiri merupakan lembaga nonprofit inisiasi Monash University yang hadir dengan tujuan untuk melindungi komunitas global dari penyakit yang ditularkan nyamuk (dengue).
Dengan wilayah kerja WMP mencakup sebelas negara di dunia, termasuk Indonesia dan di Yogyakarta penelitiannya sudah berjalan sejak beberapa tahun yang lalu.
Tak hanya kepada seluruh tim dalam penelitian tersebut, Prof. Uut juga mempersembahkan penghargaannya untuk masyarakat dan pemerintah Yogyakarta.
"Semoga penelitian ini bermanfaat lebih luas untuk mengurangi beban masyarakat karena dengue," harapnya.
Baca Juga: Peneliti Ungkap Penyebab Asma Seringkali Kambuh di Malam Hari
Teknologi Wolbachia
Peneliti Pendamping WMP Yogyakarta dan Direktur Pusat Kedokteran Tropis FK-KMK UGM Riris Andono Ahmad mengungkapkan, penelitian teknologi Wolbachia telah dimulai sejak 2011.
Riris menjelaskan, fase awal penelitian dimulai dengan memastikan keamanan Wolbachia yang nantinya bakal dilepaskan di area terbatas guna dilakukan uji efikasinya.
Pada 2017, lanjut Riris, uji efikasi Wolbachia dengan metode Randomised Controlled Trial dilakukan di Kota Yogyakarta dengan membagi wilayahnya menjadi 24 klaster.
Pembagiannya yakni ada 12 klaster yang mendapatkan intervensi Wolbachia, sementara sisanya menjadi area pembanding.
"Uji efikasi Wolbachia ini menunjukkan hasil menggembirakan. Wolbachia efektif menurunkan 77 persen kasus dengue, dan menurunkan 86 persen kasus dengue yang dirawat di rumah sakit," tuturnya.
Selepas itu, WMP Yogyakarta kembali mencanangkan kerja sama implementasi teknologi Wolbachia, yakni dengan Pemerintah Kabupaten Sleman pada 2021 dan Kabupaten Bantul pada 2022.
Baca Juga: Penelitian di India Sebut Antibodi Covid-19 Turun Drastis setelah 4 Bulan Vaksinasi
Sementara itu, Entomology Team Leader WMP Yogyakarta Warsito Tantowijoyo menerangkan soal aspek keamanan Wolbachia untuk pengendalian dengue.
Sebagai informasi, Wolbachia sebenarnya adalah bakteri alami yang terdapat pada 60 persen serangga dan hanya hidup di dalam tubuh hewan berbuku-buku itu.
"Wolbachia dalam (nyamuk) Aedes aegypti bekerja dengan menghambat perkembangan virus dengue di dalam tubuh nyamuk," jelas Warsito.
"Sehingga saat nyamuk menggigit manusia, tidak akan terjadi transmisi virus dengue," imbuhnya.
Dengan demikian, UGM pun berharap Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dapat mulai mengadopsi teknologi Wolbachia sebagai salah satu strategi dalam pengendalian dengue.
Sumber : ugm.ac.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.