“Janganlah kita dengan gampang memberi cap seseorang itu radikal, seseorang itu kafir dll. Menyematkan label pada orang lain hanya akan membuat masyarakat terbelah,” kata Yenny.
Senada dengan itu, Dr. H. Nadirsyah Hosen, LL.M., M.A., Ph.D, Dosen Fakultas Hukum Universitas Monash berpendapat tindakan para santri itu wajar.
Malah, Nadir menilai sikap para santri itu adalah bentuk toleransi. Ia pun menilai, tidak tepat mengaitkan tindakan itu dengan paham Islam garis keras.
"Justru di sana terlihat toleransi ustad dan santri untuk memilih menutup telinga & menjaga diri ketimbang memaksakan paham mereka dengan cara kekerasan," tulis Nadir lewat akun Twitter-nya @na_dirs.
Ia ikut meminta masyarakat tidak buru-buru berpikiran buruk pada tindakan para santri itu.
“Bukankah esensi toleransi ada di sana? Jadi jangan buru-buru mengaitkan mereka dengan paham Islam garis keras hanya karena mereka berbeda pemahaman,” ujar Gus Nadir.
Di sisi lain, Gus Nadir membeberkan, memang ada perbedaan pendapat di kalangan ulama atau ahli agama Islam.
Baca Juga: Tuai Beragam Komentar, Sebenarnya Apa Fungsi Lampu Warna-warni di Ruang Utama Masjid Istiqlal?
Ia mengakui, ada kalangan ulama yang menyebut musik haram dan dapat menghilangkan hafalan Al-Quran.
"Ulama yang bilang haram juga punya dasar rujukan. Pada titik ini ya kita saling hormat saja terhadap pilihan yang berbeda," jelas Gus Nadir.
"Bagi yang bilang haram, mendengarkannya (musik) dianggap berdosa & bisa membuat hafalan Quran menjadi lupa. Bagi yang bilang boleh, mendengarkan musik dapat melalaikan untuk murajaah (mengulang hafalan)," lanjutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.