Jika mengalami kekeliruan, bersama unsur bangunan yang lain, pemilihan warna bahkan memungkin terjadinya sick building syndrome atau kondisi tidak nyamannya ruang bagi penghuninya.
Dengan demikian, sudah sepatutnya psikologi warna selalu diperhatikan dalam proses desain arsitektur, terutama ruang.
Baca Juga: Tren Cat Ruangan Kian Didominasi Warna Gelap, Apakah Warna Terang Kini Tak Lagi Menarik?
Menentukan warna untuk ruangan
Salah satu efek warna terhadap ruang adalah persepsi. Artinya, cara orang memandang tempat akan berbeda untuk warna yang satu dengan yang lain.
Secara umum ada dua cara untuk mengklasifikasikan warna, yakni hangat dan dingin. Keduanya memiliki peran tersendiri untuk mendukung kebutuhan ruang.
Pertama, warna hangat yang sering digunakan untuk ruang non-privat seperti ruang tamu, ruang makan, dan dapur.
Pemilihan warna hangat biasanya didasari pada alasan untuk mendapat suasana yang energik dan kuat sehingga menarik perhatian orang untuk menghabiskan waktu bersama di ruangan tersebut.
Contoh warna hangat yaitu merah, kuning, oranye, serta warna-warna alam seperti cokelat, abu-abu tua, dan krem.
Sementara itu, warna dingin memberi makna tenang, damai, dan fokus pada ruang sehingga dapat dimanfaatkan untuk meredakan emosi serta mempertajam pikiran penghuninya.
Warna dingin, secara efektif, juga mampu mengurangi hawa panas dalam ruangan yang mendapat banyak sinar matahari.
Warna hijau, biru, dan ungu yang sarat akan nuansa sejuk dapat dijadikan sebagai pilihan untuk ruang-ruang tersebut.
Sumber : Kompas.com/IJESC.org
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.