Dalam pandangan Siti, dugaan kekerasan seksual yang terjadi di KPI menunjukan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) harus segera dilakukan.
"Kasus ini juga memperlihatkan semakin pentingnya pembahasan dan pengesahan RUU PKS yang mengatur tindak pidana pelecehan seksual fisik maupun nonfisik," papar Siti.
Jika RUU tersebut disahkan, maka setiap kementerian, lembaga, badan publik hingga dunia usaha memiliki payung hukum untuk membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
"Karenanya kami mengharapkan ada dasar hukum kuat yang memandatkan setiap lembaga untuk membuat SOP yaitu melalui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," tandasnya.
Baca Juga: Tim Baleg DPR RI Usul Nama RUU PKS Diubah Jadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Sebelumnya, Rabu (1/9/2021), seorang pegawai KPI Pusat berinisial MS mengaku mengalami perundungan dan pelecehan seksual sejak tahun 2012 hingga 2017 di lingkungan kerjanya.
Pelaku tindakan itu diketahui merupakan beberapa rekan kerja MS sendiri. Oleh sebab itu, kini KPI tengah melakukan investigasi internal untuk mendalami perkara tersebut.
Ketua KPI Pusat Agung Suprio menyebut pihaknya sangat mendukung aparat penegak hukum untuk melakukan penanganan.
Agung juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menolerir tindakan perundungan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh siapapun di lingkungan kerjanya.
Teruntuk MS yang menjadi korban perundungan dan kekerasan seksual, Agung menjamin akan menyediakan pendampingan hukum dan psikologis dari KPI
Agung juga menegaskan bahwa MS sebagai korban akan mendapatkan pendampingan hukum dan psikologis dari KPI.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.