JAKARTA, KOMPAS.TV - Badai sitokin merupakan salah satu reaksi tubuh atas kerusakan sel yang terjadi di dalam tubuh. Kerusakan ini biasa terjadi pada pasien Covid-19.
Dalam beberapa kasus, badai sitokin bahkan berpotensi mengakibatkan kompilasi pernapasan hingga kematian.
Menurut Sekjen Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi) dr Eka Ginanjar, badai sitokin merupakan peradangan di seluruh tubuh akibat infeksi virus yang menjalar di sel tubuh.
"Badai sitokin adalah lonjakan reaksi inflamasi atau peradangan di seluruh tubuh akibat serangan atau infeksi dari virus ke sel tubuh kita."
"Ini reaksi tubuh kita. Sebenarnya melawan virus Covid-19 atau reaksi atas kerusakan sel yang terjadi, tetapi reaksinya berlebihan," tutur Eka kepada Kompas TV pada Minggu (22/8/2021).
Istilah badai sitokin mulai diketahui dan ramai dibincangkan, setelah beberapa selebriti Indonesia mengaku sempat mengalami saat dinyatakan positif Covid-19.
Badai sitokin adalah lonjakan reaksi inflamasi atau peradangan di seluruh tubuh akibat serangan atau infeksi dari virus ke sel tubuh kita.
Sitokin adalah protein yang mengomunikasikan sinyal-sinyal dalam tubuh untuk merespons infeksi.
Dalam kondisi normal, sitokin membantu mengkoordinasikan respons sistem kekebalan tubuh untuk menangani zat menular, seperti virus atau bakteri.
Permasalahan pada respons yang dilakukan sitokin dapat merugikan kesehatan tubuh, seperti menyebabkan kegagalan organ dan kematian.
Pada pasien Covid-19, peningkatan beberapa sitokin inflamasi dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut yang merupakan satu penyebab utama kematian pada penyintas Covid-19.
Baca Juga: Apa Itu Badai Sitokin? Ini Penjelasan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Tanda-tanda awal badai sitokin adalah gejala yang berkelanjutan. Misalnya, demam tinggi yang tak kunjung turun, seperti suhu tubuh 38 atau 39 derajat celsius.
Kemudian diikuti turunnya tekanan darah, sesak serta saturasi oksigen menurun, dan sebagainya.
Dijelaskan Eka, badai sitokin rawan terjadi di minggu kedua proses infeksi virus.
Apabila gejala badai sitokin yang menerpa pasien Covid-19 tidak kunjung membaik, bahkan menimbulkan gejala tambahan, maka diperlukan penanganan untuk menekan badai sitokin tersebut.
Berikut gejala badai sitokin:
Pada kondisi ini, jantung mungkin tidak bekerja sebaik biasanya. Hal tersebut mengakibatkan badai sitokin dapat mempengaruhi banyak sistem organ di dalam tubuh.
Badai sitokin datang ketika virus corona memasuki tubuh. Saat itu, sel-sel darah putih akan merespons dengan memproduksi sitokin.
Sitokin yang keluar dalam jumlah sedikit tidak memiliki pengaruh pada kondisi paru pasien, atau keadaan parunya tidak bermasalah.
Baca Juga: Apa Itu Badai Sitokin yang Hampir Membuat Deddy Corbuzier Meninggal?
Akan tetapi kalau jumlah sitokin yang dikeluarkan di paru sudah banyak itulah kemudian disebut sebagai badai sitokin.
Pada kondisi badai itulah yang bisa membuat paru sangat padat dan kaku sehingga mengganggu sistem pernapasan.
Pada kondisi badai sitokin, dampak yang akan terjadi yaitu pada paru-paru. Saat tubuh terserang badai sitokin, paru-paru bisa mengalami peradangan parah karena sistem kekebalan tubuh berusaha keras membunuh virus.
Peradangan pada paru-paru itu sayangnya bisa terus terjadi meski infeksi sudah selesai.
Selama peradangan, sistem imun juga melepas molekul bersifat racun bagi virus dan jaringan paru-paru.
Sementara itu, orang dengan sindrom autoimun tertentu memiliki risiko lebih tinggi terkena sindrom badai sitokin.
Misalnya, ini dapat terjadi pada penyakit Still, pada arthritis idiopatik remaja sistemik (JIA), dan pada lupus. Dalam konteks ini, badai sitokin sering disebut dengan nama "sindrom aktivasi makrofag."
Apabila seseorang mengalami gejala yang parah, seperti kesulitan bernapas, maka diperlukan perawatan di unit perawatan intensif.
Dalam beberapa situasi, dimungkinkan untuk mengobati sumber yang mendasari badai sitokin. Misalnya, jika badai sitokin disebabkan oleh infeksi bakteri, maka antibiotik dapat membantu pasien.
Kemudian secepat mungkin diberikan antivirus yang pertama.
"Ketika sudah didapatkan dan dieliminasi virusnya maka badai sitokin terminimalisir."
Kemudian menurunkan faktor inflamasi, terapi plasma konvaselen, plasma exchange, serta obat-obatan lainnya.
"Kita cegah dulu, antivirus dan antiinflamasi ringan. Kalau sudah, baru ditekan," ungkapnya.
Menurut Eka, proses penyembuhan badai sitokin memakan biaya yang cukup besar. Tidak hanya itu, kekuatan tubuh pasien Covid-19 juga menentukan keberhasilan penyembuhan.
Sumber : Kompas TV/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.