JAKARTA, KOMPAS.TV - Malam ini, langit indonesia akan dihiasi fenomena langka, yakni bulan biru atau blue moon.
Peneliti Pusat Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Pussainsa LAPAN) Andi Pangerang menyebut bahwa terdapat dua definisi terkait fenomena langka tersebut.
Pertama, Bulan Biru Musiman (Seasonal Blue Moon), yaitu bulan purnama ketiga dari salah satu musim astronomis yang di dalamnya terjadi empat kali bulan purnama.
Kedua, adalah Bulan Biru Bulanan (Monthly Blue Moon), yakni bulan purnama kedua dari salah satu bulan di dalam kalender masehi yang di dalamnya terjadi dua kali bulan purnama.
"Purnama yang terjadi pada Minggu (22/8/2021) termasuk dalam Bulan Biru Musiman," kata Andi, seperti yang dilansir dari akun Instagram @pussainsa_lapan, Minggu (22/8/2021).
Lalu apakah blue moon akan berwarna biru seperti namanya?
Andi menjelaskan bahwa fenomena blue moon sebenarnya tidak benar-benar biru.
"Asal-usul historis istilah ini dan dua definisinya sebenarnya masih simpang siur dan kebanyakan pihak menganggapnya sebagai kesalahan interpretasi," ujar Andi.
Baca Juga: Fenomena Blue Moon, Mengapa Bisa Terjadi dan Seberapa Langka?
Menurut pemaparannya, banyak orang meyakini istilah Bulan Biru yang dimaknai sebagai sesuatu hal yang terjadi sangat langka, berasal dari kabut asap dan abu vulkanik dari letusan gunung berapi yang mengubah Bulan menjadi berwarna kebiruan.
Karena hal tersebut, penutur cerita rakyat berkebangsaan Kanada, Philip Hiscock, mengusulkan bahwa penyebutan "Bulan Biru" bermakna bahwa ada hal yang ganjil dan tidak akan pernah terjadi.
"Istilah tersebut, sudah ada setidaknya sejak 400 tahun yang lalu dari penelusuran saat ini," ujarnya.
Lebih lanjut, Andi menjelaskan, fenomena blue moon yang benar-benar memancarkan cahaya biru, dapat terjadi, namun sangat langka.
Dia juga menegaskan hal itu tidak ada hubungannya dengan kalender, fase bulan atau jatuhnya musim, melainkan akibat dari kondisi atmosfer.
Hanya abu vulkanik, droplet di udara, atau jenis awan tertentu yang dapat menyebabkan bulan purnama tampak kebiruan.
Sebagai informasi, Bulan Biru Musiman terjadi sedikit lebih jarang daripada Bulan Biru Bulanan, yakni dalam 1.100 tahun antara 1550 dan 2650, hanya ada 408 blue moon musiman dan 456 blue moon bulanan.
Dengan demikian, baik musiman maupun bulanan, blue moon terjadi kira-kira setiap dua atau tiga tahun.
Baca Juga: Muncul Deteksi Bibit Siklon Tropis, BMKG: Tak Berpengaruh, Potensi Hujan karena Fenomena Lain
Purnama Sturgeon
Berdasarkan keterangan di laman resmi LAPAN, dalam Almanak Petani Maine di Amerika Serikat, Purnama yang terjadi pada malam nanti dinamakan sebagai Purnama Sturgeon.
Hal ini dikarenakan pada bulan Agustus, ikan Sturgeon (ikan penghasil kaviar) muncul ke permukaan danau sehingga mudah ditangkap.
Purnama ini juga memiliki nama lain: Purnama Jagung Hijau (Green Corn Moon), Purnama Ceri Hitam (Black Cherry Moon), dan Purnama Terbang Tinggi (Flying Up Moon).
Bulan Biru Musiman, sebelumnya juga pernah terjadi pada 19 Mei 2019 dan 22 Mei 2016.
Fenomena ini akan terjadi kembali pada 20 Agustus 2024 dan 20 Mei 2027.
Baca Juga: Fenomena Warna Sungai Berubah Jadi Hijau, Dinas Lingkungan Hidup Lakukan Penelitian Sampel
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.