YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Venzha Christ, seniman yang bergerak di bidang space art, untuk pertama kalinya merilis Non-Fungible Token (NFT) berjudul humanradio_NASAproject#01.
Perayaan NFT pertama Venzha Christ ini melalui acara yang disiarkan aplikasi Clubhouse, Jumat, 13 Agustus 2021 berjudul Venzha Christ HENesis NFT Drop Party.
Kegiatan ini menjadi selebrasi berupa presentasi dan diskusi terbuka tentang karya pertama dari seorang Venzha Christ yang dikenal sebagai seniman yang sangat dekat dengan dunia space science dan space exploration.
Acara yang dipandu oleh Dettytoski, Irvin Domi, Sudjud Dartanto, dan Indonesia Art Network (IAN) ini berlangsung
sangat menarik dengan berbagai pertanyaan serta perbincangan seputar ekosistem NFT.
NFT ini menampilkan blueprint 3D animasi dari karya live performance pada 2017. Ketika itu, ia menggelar sebuah perhelatan bersama lembaga antariksa Amerika, NASA di ArtScience Museum yang dimulai sejak 2016.
Karya yang berjudul asli Listening For The Dark ini menampilkan sebuah antena besar yang dihubungkan dengan tubuh manusia sebagai medium sensornya.
Baca Juga: VMARS, Bukti Indonesia Ikut dalam Eksplorasi Mars
Antena ini bertugas untuk menangkap frekuensi dari luar Planet Bumi dan diperdengarkan secara live atau langsung sebagai sebuah komposisi musik eksperimental.
Karya live performance ini sebenarnya adalah salah satu rangkaian dari sebuah pameran besar NASA yang mengundang Venzha Christ sebagai satu-satunya seniman yang berkolaborasi.
Untuk pameran besar ini Venzha Christ membangun dan menampilkan karya berupa instalasi DIY Radio Astronomy beserta dengan visualisasi frekuensi yang bisa dilihat dan diperdengarkan.
Karya ini dipamerkan selama empat bulan pada tahun 2016 dan dibangun oleh v.u.f.o.c lab serta diusung oleh Indonesia Space Science Society (ISSS).
Venzha Christ memilih karya bersama NASA sebagai NFT pertamanya karena saat ini pelaku dan komunitas NFT di Indonesia sudah lumayan banyak.Perkembangannya juga sangat cepat, sebut saja beberapa pegiat dan pelakunya seperti Metarupa, Zenavi, Ruanth Chrisley, Diela Maharanie, Rimbawan Gerilya, Jeffri Honesta, Hari Prast, Arnold
Poernomo, Lafrich, dan masih banyak lagi lainnya.
"Para kolektor yang siap berburu dan sering sikat habis karya-karya yang tampil dalam ekosistem ini juga sudah sangat banyak bertebaran di dunia maya," ujarnya, Senin (16/8/2021).
Venzha Christ juga berencana menampilkan (minting) berbagai blue print dari karya-karya yang pernah dibuatnya dan belum pernah dipublikasikan.
Karya-karya berbasis riset dalam ranah space science dan space exploration ini adalah hasil kerja sama dan kolaborasi dengan berbagai lembaga, institusi, maupun universitas dari berbagai negara.
Tercatat sudah lebih dari 40 institusi yang sudah menjalin hubungan dan bahkan juga berkolaborasi, antara lain saja NASA, Mars Society, JAXA, SpaceX, CERN - LHC, ESA, SETI, LAM, IRAM, CEOU, ELSI, CNES, dan SCASS.
NFT adalah aset kripto di jaringan blockchain yang memiliki kode identifikasi serta metadata yang unik dan berbeda satu sama lain. Token-token ini disebut non-fungible karena tidak memiliki karakteristik fungible yang terdapat di aset kripto pada umumnya.
Fungible berarti nilai suatu aset kripto bisa tergantikan dengan benda lain yang memiliki satuan serupa. Melalui NFT, sebuah karya digital bisa dipastikan keasliannya meski duplikatnya bisa dilihat dan banyak bertebaran di dunia maya.
Baca Juga: Peringatan Ditunda, Ini Sejarah Terbentuknya Hari UFO Nasional Setiap 21 Juli
Aset-aset tersebut dengan NFT akan tercatat dalam blockchain, yaitu semacam lemari catatan”digital yang berfungsi sebagai jaringan (network) yang mendukung aset kripto seperti Tezos, Ethereum, Bitcoin, atau lainnya.
Hal ini yang melatarbelakangi munculnya istilah NFTart yang segera populer di kalangan seniman, pegiat, dan pecinta seni.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.