JAKARTA, KOMPAS.TV - Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi menjelaskan penyebab harga tes PCR di Indonesia lebih mahal.
Menurutnya, hal itu dikarenakan posisi Indonesia yang masih perlu mendatangkan bahan baku tes PCR dari luar negeri. "Karena tes PCR kita masih impor ya termasuk bahan bakunya juga, sebagian besar juga impor," kata Nadia, seperti diberitakan Kompas.com, Sabtu (14/8/2021).
Sebenarnya, sudah ada produksi dalam negeri Indonesia untuk tes PCR, tetapi bahan bakunya masih ada yang harus impor. "Kita sudah ada produksi dalam negeri, tapi masih ada bahan baku yang tetap harus impor," kata Nadia.
Baca Juga: Jokowi Minta Harga PCR Diturunkan, DPR: Harga Tes Rp300 Ribu Pun Tetap Untung
Senada dengan Nadia, praktisi laboratorium tes PCR di Jakarta, Ungke Anton Jaya, membenarkan banyaknya komponen yang diimpor untuk satu alat tes PCR.
Ungke mengatakan bahwa semua komponen impor, sehingga berpengaruh terhadap mahalnya biaya tes Covid-19 di Indonesia
”Bahkan ujung pipet plastik untuk menyedot reagen saja impor. Setahu saya tidak ada komponen untuk tes PCR yang dibuat di dalam negeri,” katanya dikutip dari KOMPAS.ID pada Senin (15/8/2021).
Sebenarnya biaya tes PCR di Indonesia bisa diturunkan seiring dengan jumlah pemakai tes yang kini jauh lebih banyak, kata Ungke.
Kondisi tersebut berbeda saat awal pandemi lantaran semua serba terbatas, ditambah suplai yang kurang. Namun ia tak yakin penekanan biaya tes PCR di Indonesia bakal semurah di negera lain.
Negara lain dimaksud Ungke adalah di India.
"Tetap tidak akan bisa semurah India yang bisa Rp 150.000-Rp 200.000. India punya produksi sendiri, banyak reagen dan berbagai peralatan laboratorium dari plastik,” katanya.
Baca Juga: Daftar Harga Tes PCR di 70 Bandara Dunia dari Termahal hingga Termurah, Indonesia Peringkat Berapa?
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta agar batasan harga untuk tes Polymerase Chain Reaction (PCR) diturunkan menjadi maksimal Rp 550 ribu.
Presiden Indonesia Joko Widodo menyampaikan instruksi tersebut dalam video yang dipublikasikan melalui kanal resmi YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (15/8/2021).
Untuk diketahui, berdasarkan Surat Edaran Kemenkes nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), ditetapkan batas tertinggi harga tes PCR adalah Rp 900.000.
“Saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini, saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran Rp 450.000 sampai Rp 550.000,” kata Jokowi.
Intruksi Jokowi itu bertujuan untuk percepatan testing demi menekan penyebaran virus agar tak makin meluas.
Hasil tes PCR pun diminta dapat keluar dalam waktu maksimal satu hari. “Selain itu juga saya minta agar tes PCR bisa diketahui hasilnya dalam waktu maksimal 1x24 jam, kita butuh kecepatan,” tegas eks Wali Kota Solo itu.
Masalah Lain
Selain yang disebut Nadia dan Ungke, masalah lain soal mahalnya PCR di Indonesia adalah terkait perbedaan harga reagen antar daerah.
Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan di Papua Hana Krismawati mengatakan, harga reagen dan komponen lainnya di Jakarta bisa Rp 200.000.
Sedang di Bali misalnya, bisa lebih mahal, yakni mencapai 300.000. Kemudian biaya ekstraksi paling murah sekitar Rp 80.000.
Selain itu, lanjut Hana, ada biaya tenaga kerja, termasuk komponen alat perlindungan diri (APD) staf. Belum lagi adanya mekanisme lelang dan pengadaan di Indonesia yang telah diatur, sehingga secara tak langsung berkontribusi terhadap bengkaknya biaya tes PCR.
Selain karena hampir semua bahan impor, di Indonesia ada mekanisme lelang dan pengadaan yang menuntut pihak ketiga.
"Jadi, tidak bisa beli langsung dari suplier pertama, itu ada undang-undangnya. Sudah tiga tahun berkutat dengan pengadaan reagen penelitian menghadapi masalah ini,” katanya dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Kenapa Bisa Mahal? Berikut 3 Komponen yang Pengaruhi Biaya Tes PCR di Indonesia
Sumber : Kompas.com/Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.