JAKARTA, KOMPAS.TV - Tingginya biaya tes PCR di Indonesia, belakangan ini menjadi polemik hingga banyak orang yang membicarakannya.
Melansir situs resmi Kemenkes, sejak 5 Oktober 2020, batas tarif tertinggi untuk sekali tes PCR telah ditetapkan sebesar Rp900 ribu.
Nominal tersebut kemudian dipandang terlalu tinggi jika disandingkan dengan biaya tes PCR di India yang saat ini hanya berkisar 500 hingga 700 rupee atau setara Rp96.000 hingga Rp135.000.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantas meminta pemangkasan tarif tes PCR maksimal maksimal Rp550.000.
Baca Juga: Jokowi Turunkan Harga PCR, Pimpinan Komisi IX: Harusnya Jadi Rp200 Ribu, kalau Bisa Gratis
"Saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini, saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran Rp450.000 sampai Rp550.000," kata Jokowi melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (15/8/2021).
Dengan begitu, menurut Presiden Jokowi, tingkat testing terhadap masyarakat pun akan bertambah dan penyebaran Covid-19 dapat diantisipasi lebih cepat.
Namun, di balik kisruhnya harga satu kali tes PCR, muncul pertanyaan menganai alasan kenapa ongkos pemeriksaan Covid-19 tersebut bisa begitu tinggi.
Untuk itu, dengan melansir berbagai sumber, berikut Kompas TV jelaskan komponen-komponen yang memengaruhi biaya tes PCR di Indonesia.
Baca Juga: Jokowi Intruksikan Menkes Turunkan Harga Tes PCR Jadi Rp450-550 Ribu
1. Masih bergantung impor
Tak terjangkaunya biaya tes PCR di Indonesia, salah satu alasannya, karena masih bergantung pada bahan baku dari luar negeri.
Meski sudah ada produksi di dalam negeri, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, masih ada bahan baku yang harus diimpor.
"Kita sudah ada produksi dalam negeri, tapi masih ada bahan baku yang tetap harus impor," kata Nadia, seperti dikutip dari Kompas.com, Sabtu (14/8/2021).
Hal senada juga disampaikan seorang praktisi laboratorium tes PCR di Jakarta, Ungke Anton Jaya, yang menyebut tarif tinggi memang tak dapat dihindari karena semua komponennya masih diimpor.
"Bahkan ujung pipet plastik untuk menyedot reagen saja impor. Setahu saya tidak ada komponen untuk tes PCR yang dibuat di dalam negeri," ujarnya, dikutip dari Kompas.id, Minggu.
Baca Juga: Biaya Tes PCR di Indonesia Lebih Mahal dari India, Kemenkes: Karena Masih Impor
2. Bantuan dari pemerintah terbatas
Seperti yang telah disebutkan di atas, pemerintah Indonesia telah menentukan batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan atau tes PCR, termasuk pengambilan swab, sebesar Rp900.000.
Ketentuan itu telah berdasarkan Surat Edaran (SE) Kemenkes Nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Akan tetapi, perlu diingat bahwa batasan tersebut hanya diberlakukan bagi masyarakat yang melakukan tes PCR atas permintaan sendiri atau mandiri.
Sedangkan, untuk keperluan penelusuran kontak atau rujukan kasus Covid-19 ke rumah sakit, penyelenggaraannya mendapatkan bantuan dari pemerintah.
3. Ada biaya tambahan
Peneliti dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes di Papua Hana Krismawati menyebut, tingginya tarif tes PCR di Indonesia juga mencakup biaya-biaya tambahan lain yang saling terkait dalam proses.
Seperti biaya ekstraksi yang paling murah sekitar Rp80.000, ditambah ada pula biaya tenaga kerja beserta alat perlindungan diri (APD).
Belum lagi adanya mekanisme lelang dan pengadaan yang telah diatur, sehingga secara tidak langsung berkontribusi terhadap membengkaknya biaya tes PCR di Indonesia.
"Selain karena hampir semua bahan impor, di Indonesia ada mekanisme lelang dan pengadaan yang menuntut pihak ketiga," papar Hana.
"Jadi tidak bisa beli langsung dari suplier pertama, itu ada undang-undangnya. Sudah tiga tahun berkutat dengan pengadaan reagen penelitian menghadapi masalah ini," tandasnya.
Sumber : Kompas.com/Kompas.id/Kemenkes
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.