JAKARTA, KOMPAS.TV - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) diminta tidak melakukan politisasi terhadap surat hasil seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal tersebut disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno merespons gugatan MAKI terhadap Ketua DPR Puan Maharani ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jumat (6/8/2021).
“Jangan belum apa-apa dipolitisir dan main ancam,” tegas Hendrawan Supratikno.
Pasalnya, sambung Hendrawan Supratikno perihal seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum final. Komisi XI DPR RI, masih akan melakukan fit and proper test untuk seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Komisi XI masih terus mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk fit (and) proper test yang direncanakan pada bulan September,” jelas Hendrawan Supratikno.
Sebelumnya, MAKI menyatakan akan mengajukan gugatan terhadap Ketua DPR Puan Maharani ke PTUN Jakarta.
Baca Juga: MAKI akan Gugat Ketua DPR Puan Maharani ke PTUN Terkait Perkara Seleksi Calon Anggota BPK
Dalam gugatannya, MAKI meminta Puan Maharani membatalkan surat hasil seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak memenuhi persayaratan dari kedua orang tersebut.
“MAKI merasa perlu mengawal DPR untuk mendapatkan calon anggota BPK yang baik dan integritas tinggi, termasuk tidak boleh meloloskan calon yang diduga tidak memenuhi persyaratan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
“Jika kedua orang ini tetap diloloskan dan dilantik dengan Surat Keputusan Presiden, MAKI juga akan gugat PTUN atas SK Presiden tersebut.”
Dijelaskan Boyamin, Puan Maharani telah menerbitkan Surat Ketua DPR RI nomor PW/09428/DPR RI/VII/2021 tanggal 15 Juli 2021 kepada Pimpinan DPD RI tentang Penyampaian Nama-Nama Calon Anggota BPK RI berisi 16 orang.
“Dari 16 orang tersebut terdapat 2 (dua) orang calon Anggota BPK yang diduga tidak memenuhi persyaratan yaitu Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z Soeratin,” ujar Puan Maharani.
Berdasarkan CV Nyoman Adhi Suryadnyana, pada periode 3-10-2017 sampai 20-12-2019 yang bersangkutan adalah Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Manado (Kepala Satker Eselon III), yang notabene adalah pengelola keuangan negara (Kuasa Pengguna Anggaran / KPA).
Baca Juga: Mantan Narapidana Korupsi jadi Komisaris BUMN, MAKI: Enggak Ada Orang Lain?
Sedangkan Harry Z Soeratin pada Juli 2020 lalu dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), yang notabene merupakan jabatan KPA dalam arti yang bersangkutan bahkan masih menyandang jabatan KPA.
“Kedua orang tersebut harusnya tidak lolos seleksi karena bertentangan dengan Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK yang mengatur untuk dapat dipilih sebagai Anggota BPK,” tegas Boyamin.
“Calon harus paling singkat telah 2 (dua) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.”
Kemudian, sambung Boyamin, ketentuan pengaturan ini mengandung makna bahwa seorang Calon Anggota BPK dapat dipilih untuk menjadi Anggota BPK, apabila Calon Anggota BPK tersebut telah meninggalkan jabatan (tidak menjabat) di lingkungan pengelola keuangan negara paling singkat 2 tahun terhitung sejak pengajuan sebagai Calon Anggota BPK.
“Bahwa pemaknaan terhadap Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 juga disampaikan juga oleh Mahkamah Agung (MA) dalam suratnya nomor 118/KMA/IX/2009 tanggal 24 September 2009 berpendapat bahwa Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 menentukan bahwa calon Anggota BPK telah meninggalkan jabatan di lingkungan Pengelola Keuangan Negara selama 2 (dua) tahun,” jelas Boyamin.
“Atas dugaan tidak memenuhi persyaratan tersebut, MAKI minggu depan akan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta sebagaimana draft terlampir.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.