JAKARTA, KOMPAS.TV – Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF, sebanyak 23 juta anak kehilangan imunisasi dasar pada tahun 2020. Bahkan sebanyak 17 juta di antaranya tidak mendapat satu pun imunisasi dasar untuk anak.
Data WHO di Indonesia jumlah anak yang tidak menerima dosis pertama imunisasi kombinasi difteri-tetanus-pertusis (DTP-1) mengalami peningkatan, dari 472.000 anak pada tahun 2019 menjadi 797.000 anak pada 2020.
Data WHO juga menunjukkan sebelum pandemi Covid-19, tingkat imunisasi anak-anak global terhadap difteri, tetanus, pertusis, campak dan polio telah terhenti selama beberapa tahun di sekitar 86 persen.
Baca Juga: Saat Pandemi, Jangan Takut Bawa Anak Imunisasi
Angka ini jauh di bawah 95 persen yang direkomendasikan WHO untuk melindungi dari campak, penyakit yang sering kali muncul pertama kali dan berulang ketika anak-anak tidak mendapt imunisasi.
Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus menjelaskan banyaknya anak yang kehilangan imunisasi dasar dikarenakan pandemi Covid-19 telah mengganggu layanan imunisasi di rumah sakit maupun fasilitas kesehatan.
Dengan banyaknya sumber daya dan personel yang dialihkan untuk mendukung respons Covid-19, membuat imunisasi dasar pada anak terganggu di banyak bagian dunia.
Di beberapa negara, klinik telah ditutup atau jam kerja dikurangi. Di sisi lain masyarakat enggan mencari perawatan kesehatan karena takut tertular Covid-19.
Baca Juga: Stok Vaksin Terbatas, Vaksinasi Anak Bandar Lampung Ditunda
Bahkan ada masyarakat yang mengalami tantangan dalam menjangkau fasilitas kesehatan karena tindakan penguncian dan gangguan transportasi.
Menurut Adhanom tingginya anak tidak mendapatkan imunisasi akan membuat risiko anak terserang polio, cacar atau meningitis lebih besar.
“Imunisasi dasar lebih mendesak dari sebelumnya dan perlu dipastikan imunisasi dasar untuk setiap anak dapat dijangkau,” ujar Adhanom, dikutip dari who.int, Kamis (15/7/2021).
Baca Juga: Kodim Donggala Vaksinasi Anak
Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore menilai tanda akan adanya wabah campak yang meluas sudah muncul dalam dua tahun terakhir akibat minimnya akses imunisasi dasar pada anak.
Menurutnya wabah campak akan lebih buruk karena negara-negara di dunia saat ini sedang fokus menangani pandemi Covid-19.
“Kita mulai kehilangan tempat dalam perjuangan untuk mengimunisasi anak-anak terhadap penyakit anak yang dapat dicegah, termasuk dengan wabah campak yang meluas dua tahun lalu. Pandemi telah memperburuk situasi yang buruk,” ujarnya.
Data gangguan layanan imunisasi dasar pada tahun 2020 ini tersebar luas di wilayah Asia Tenggara dan Mediterania Timur.
Baca Juga: Pakar Imunisasi Sebut Vaksin AstraZeneca Terbukti Aman dan Banyak Digunkan di Negara Lain
Karena akses ke layanan kesehatan dan jangkauan imunisasi dibatasi, jumlah anak yang tidak menerima imunisasi pertama pun meningkat di semua wilayah.
Dibandingkan dengan 2019, 3,5 juta lebih anak melewatkan dosis pertama vaksin difteri, tetanus, dan pertusis (DTP-1) sementara 3 juta lebih anak melewatkan dosis campak pertama.
“Ini adalah peringatan, kita tidak bisa membiarkan warisan Covid-19 menjadi kebangkitan campak, polio, dan pembunuh lainnya,” ujar Dr Seth Berkley, CEO Gavi, Aliansi Vaksin.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.